BincangMuslimah.Com – Media sosial di Indonesia akhir-akhir ini ramai dengan unggahan-unggahan yang menampilkan rekaman dan surat wasiat seorang korban bunuh diri. Konten yang sangat pribadi kini beredar tanpa sensor, tersebar di mana-mana menyentuh banyak orang, namun membawa konsekuensi serius.
Foto-foto ini tersebar begitu saja di media sosial tanpa ada koreksi sama sekali. Publik pun dapat melihat betapa tragisnya kondisi yang tengah terjadi. Surat yang ditulis sebagai pesan terakhir kepada keluarga kini tersebar luas, seolah menjadi konsumsi publik. Banyak pengguna media sosial melaporkan perasaan tidak nyaman terpapar konten tersebut,
Penyebaran konten bunuh diri secara gamblang ini pun menimbulkan kritik keras dari berbagai kalangan. Bahkan beberapa publik figur pun mengimbau agar tidak menyebar konten seperti ini. Selain tidak menghargai perasaan keluarga yang ditinggalkan, penyebaran konten seperti ini dapat menyulut traumatis yang sudah ada.
Rentan untuk Ditiru
Penyebaran konten bunuh diri tanpa sensor dapat menyulut apa yang dikenal sebagai copycat effect. Di mana paparan terhadap tindakan bunuh diri mendorong perilaku serupa pada individu yang sedang rentan.
Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO, mengungkapkan pemberitaan yang menampilkan detail metode bunuh diri atau menyoroti figur publik bisa memicu orang lain, khususnya yang sedang berada dalam kondisi rentan, untuk meniru.
Sebaliknya, laporan yang menekankan kisah harapan, pemulihan, serta dukungan setelah krisis justru terbukti memiliki efek perlindungan bagi mereka yang tengah mengalami kesulitan.
WHO sendiri telah menerbitkan panduan khusus bagi jurnalis dan pembuat film terkait pelaporan bunuh diri. Panduan ini berisi do’s and don’ts dalam menyajikan berita, mulai dari menghindari deskripsi metode, tidak menayangkan surat pribadi korban, hingga menambahkan informasi layanan bantuan.
Di tingkat global, WHO mendorong kerja sama dengan badan media nasional dan lokal agar prinsip pelaporan bertanggung jawab benar-benar diterapkan, termasuk oleh media arus utama hingga surat kabar daerah dan radio komunitas.
WHO Regional Timur Tengah bahkan telah mengembangkan alat pemantauan media yang memungkinkan negara-negara memantau kualitas pemberitaan bunuh diri, menilai praktik yang ada, sekaligus merancang strategi perbaikan. Langkah ini diharapkan bisa memperkuat upaya pencegahan, memberikan pelatihan bagi jurnalis, dan menciptakan praktik pelaporan yang lebih aman.
Pedoman bagi Penulis dan Konten Kreator
Para pakar menilai, literasi media dan penerapan panduan internasional menjadi kunci. Bukan hanya untuk melindungi keluarga korban dari trauma, tetapi juga untuk memastikan masyarakat menerima informasi yang benar, edukatif, dan tidak berbahaya.
The National Action Alliance for Suicide Prevention (Action Alliance) melihat pemberitaan media maupun penggambaran bunuh diri di film dan televisi bisa memicu peningkatan kasus bunuh diri. Namun, bila dilakukan secara bertanggung jawab, media justru dapat menjadi alat pencegahan yang efektif mendorong orang mencari bantuan, menghilangkan stigma, serta memperkuat harapan.
Pihaknya pun menyusun pedoman tambahan bagi penulis dan kreator konten. Mendesak untuk menampilkan suicide sebagai masalah kompleks, menghindari pengeksposan detail yang tidak perlu, dan menekankan adanya harapan serta dukungan
Rekomendasi tersebut secara umum menekankan beberapa prinsip utama, antara lain:
- menampilkan bunuh diri sebagai isu kompleks yang dipengaruhi banyak faktor,
- menekankan bahwa bantuan selalu tersedia,
- menghadirkan karakter dengan pikiran bunuh diri yang tidak selalu berakhir dengan kematian,
- serta menonjolkan tokoh sehari-hari yang bisa menjadi “garis hidup” bagi orang lain.
Di sisi lain, ada pula daftar hal yang harus dihindari. Industri hiburan diminta tidak menampilkan detail metode bunuh diri, tidak menggunakan bahasa yang menghakimi, dan sebaiknya berkonsultasi dengan pakar pencegahan bunuh diri. Rekomendasi juga mendorong penggambaran proses berduka dan pemulihan orang-orang yang ditinggalkan, untuk memberikan perspektif lebih manusiawi.
Imbauan
Melihat efek yang lumayan serius, maka stop menyebarkan surat pribadi, gambar, atau rekaman korban bunuh diri. Aksi ini tidak hanya melanggar privasi dan menambah luka keluarga korban, tetapi juga dapat memicu trauma bagi orang lain yang melihatnya. Paparan konten bunuh diri bahkan berisiko mendorong orang dalam kondisi rentan untuk melakukan tindakan serupa (copycat effect).
Sebagai bentuk empati, hentikan peredaran konten sensitif. Alih-alih membagikan kembali, mari kita salurkan kepedulian dengan memberikan dukungan kepada keluarga, menyebarkan informasi layanan bantuan kesehatan mental, dan menjaga ruang digital tetap aman.
Masyarakat yang merasa tertekan, memiliki pikiran untuk mengakhiri hidup, atau mengenal seseorang berisiko, dapat menghubungi hotline darurat 119 ext. 8. Nomor ini dikelola oleh Kementerian Kesehatan RI dan terhubung dengan layanan Sejiwa (Sehat Jiwa).
Layanan ini memberikan konseling awal, dukungan psikologis, serta rujukan profesional bila diperlukan. Dengan menghubungi hotline tersebut, masyarakat bisa langsung berbicara dengan konselor yang siap mendengarkan dan membantu.
Selain layanan resmi pemerintah, terdapat pula organisasi masyarakat sipil yang berfokus pada kesehatan mental, seperti Into the Light Indonesia, Yayasan Pulih, dan beberapa komunitas konseling daring. Mereka menyediakan jalur komunikasi melalui email, media sosial, maupun sesi konseling, untuk memberikan dukungan bagi mereka yang sedang mengalami krisis.
Setiap klik “share” punya dampak. Stop penyebaran, hormati privasi, dan jadilah bagian dari pencegahan.