BincangMuslimah.Com- Pemberian air susu ibu (ASI) pada si kecil sarat akan manfaat. Karenanya, tidak heran Islam pun menganjurkan kepada ibu untuk menyusui sang buah hati.
Anjuran Memberi ASI
Anjuran ini tercantum jelas di dalam Al-Quran surah Al-Baqarah ayat 233:
۞ وَالْوٰلِدٰتُ يُرْضِعْنَ اَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ اَرَادَ اَنْ يُّتِمَّ الرَّضَاعَةَۗ وَعَلَى الْمَوْلُوْدِ لَهٗ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِۗ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ اِلَّا وُسْعَهَاۚ لَا تُضَاۤرَّ وَالِدَةٌ ۢ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُوْدٌ لَّهٗ بِوَلَدِهٖ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذٰلِكَۚ فَاِنْ اَرَادَا فِصَالًا عَنْ تَرَاضٍ مِّنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَاۗ وَاِنْ اَرَدْتُّمْ اَنْ تَسْتَرْضِعُوْٓا اَوْلَادَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ اِذَا سَلَّمْتُمْ مَّآ اٰتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوْفِۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ ٢٣٣
“Ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Kewajiban ayah menanggung makan dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani, kecuali sesuai dengan kemampuannya. Janganlah seorang ibu dibuat menderita karena anaknya dan jangan pula ayahnya dibuat menderita karena anaknya. Ahli waris pun seperti itu pula. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) berdasarkan persetujuan dan musyawarah antara keduanya, tidak ada dosa atas keduanya. Apabila kamu ingin menyusukan anakmu (kepada orang lain), tidak ada dosa bagimu jika kamu memberikan pembayaran dengan cara yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahu ilah bahwa sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”
Hal ini selaras dengan beberapa regulasi pemerintah, Di mana mengimbau para ibu untuk memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan pertama usia anak. Kemudian melanjutkan pemberian ASI setelahnya sampai anak berusia dua tahun.
Aturan Pemerintah tentang Pemberian ASI
Aturan ini tercantum di dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, termuat mulai dari Pasal 24 hingga Pasal 48.
Seperti yang penjelasan sebelumnya, Pasal 24 menegaskan bahwa setiap bayi berhak mendapatkan ASI eksklusif sejak lahir hingga berusia 6 bulan. Lalu dilanjutkan hingga berusia 2 tahun sambil diberikan makanan pendamping.
Imbauan ini dibuat bukan tanpa alasan. Pemberian ASI pada anak kaya akan manfaat. Dari sisi kesehatan, selain untuk kebutuhan asupan nutrisi anak, pemberian ASI pada usia 0-6 bulan dapat meningkatkan daya tahan tubuh anak. Sehingga, anak dapat terhindar dari infeksi penyakit.
Dilansir dari website resmi Organisasi Kesehatan Dunia atau (WHO), anak yang diberi ASI secara tepat cenderung memiliki kecerdasan yang baik, terhindar dari obesitas hingga diabetes. Manfaat positif ini tidak hanya dirasakan oleh bayi saja. Ibu yang memberikan ASI pada anak juga menurunkan risiko mengalami penyakit kanker payudara dan ovarium.
Stigma Memberi ASI di Ruang Publik Jadi Tantangan Ibu
Upaya ibu memberikan ASI secara eksklusif pada anak terus meningkat. Secara kasat mata hal ini bisa terlihat di berbagai kanal media sosial. Banyak konten-konten positif terkait pentingnya keberadaan ASI untuk si kecil. Sayangnya, meski semangat mulai membuncah, para ibu masih punya kendala saat memberikan ASI pada si buah hati.
Kurangnya dukungan dari keluarga atau suami, keterbatasan akses tenaga kesehatan, hingga stigma yang masih melekat. Beberapa faktor di atas membuat ibu kesulitan untuk memenuhi kebutuhan ASI si kecil.
Stigma negatif soal menyusui di ruang publik pun kian parah dengan fasilitas laktasi yang belum tersedia di semua tempat.
Keberadaan fasilitas laktasi yang terjangkau memadai di ruang publik rasa-rasanya masih perlu dipertanyakan. Karena, masih banyak ibu yang bekerja yang kesulitan mewujudkan harapan mereka memberikan ASI eksklusif pada si buah hati.
Ruang Menyusui yang Belum Tersedia Seluruhnya
Kasus seorang kawan sejawat mungkin bisa menjadi pertimbangan kenapa fasilitas menyusui di ruang publik perlu terpenuhi. Sebagai pewarta, seorang kawan ini punya mobilitas yang cukup tinggi. Sehingga dalam satu hari, ia bisa mengarungi dua hingga tiga tempat.
Sayangnya, tidak semua tempat yang ia kunjungi menyediakan ruangan menyusui. Padahal ia baru saja memiliki seorang anak yang baru bergantung dengan ASI, belum dengan makanan pendamping ASI (MPASI).
Mau tidak mau ia pun harus memompa ASI di toilet. Baru-baru ini penulis juga mendapatkan pengalaman langsung perihal belum adanya tersedianya fasilitas laktasi di ruang publik saat mengunjungi fasilitas kesehatan masyarakat.
Maksud hati ingin memerah ASI sembari menunggu antrean untuk mendapatkan layanan kesehatan. Namun ketika ditanya kepada petugas, ruang laktasi tidak (atau belum tersedia). Masih di tempat yang sama, seorang ibu pun kebingungan saat ingin menyusui anaknya, karena tidak bisa menemukan tempat yang nyaman.
Di sisi lain, masih belum adanya anggapan positif terkait menyusui atau memerah ASI di ruang publik. Walau si ibu sudah berusaha menggunakan kain penutup yang menutupi bagian leher ibu. Keputusan ini masih menjadi perdebatan alot, di tengah ruang menyusui yang belum tersedia secara keseluruhan.
Kondisi ini, ibu membuat keputusan untuk beralih ke susu formula, atau yang lebih ekstrem adalah berhenti untuk menyusui. Melihat besarnya manfaat ASI untuk si kecil dan ibu itu sendiri, maka perlu ada pembenahan dari lintas sektor. Pemerintah dan swasta perlu untuk melakukan pengecekan ke ruang publik terkait ketersediaan ruang menyusui.
Sedangkan dari sisi masyarakat, sudah seharusnya mulai menghilangkan stigma negatif yang merugikan ibu menyusui. Mari bersama-sama menciptakan ruang aman bagi ibu agar pemberian ASI yang optimal dapat berjalan dengan lancar.
Link
https://www.who.int/health-topics/breastfeeding#tab=tab_1
Rekomendasi

5 Comments