Ikuti Kami

Muslimah Talk

Pilkada 2024: Keterlibatan Perempuan Meningkat, Tapi Stigma dan Diskriminatif Masih Melekat

Pilkada 2024: Keterlibatan Perempuan Meningkat, Tapi Stigma dan Diskriminatif Masih Melekat
www.freepik.com

BincangMuslimah.Com- Pesta rakyat kembali menyambangi seluruh masyarakat Indonesia. Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 diselenggarakan serentak pada hari ini, Selasa (27/11/2024). Rakyat bersuka cita berbondong-bondong datang ke tempat pemilihan umum (TPU) di sekitar rumah. Namun sungguhkah segenap lapisan masyarakat kita benar-benar sepenuhnya bergembira? Rasa-rasanya tidak. Karena perempuan dalam berpolitik masih terganjal stigma dan diskriminatif yang menjemukan.

Sebelum itu, tidak mengapa jika kita mengintip kabar baik terkait keterlibatan perempuan dalam berpolitik di Indonesia. Melansir dari dari Kompas.id, memang terjadi tren peningkatan partisipasi perempuan pada Pilkada serentak di 2024 ini. Fenomena ini terlihat dari peningkatan jumlah calon perempuan di beberapa daerah.

 

Terwujudnya Indikator SDGs Melalui Keterlibatan Perempuan

Kondisi ini tentu menjadi angin segar, karena ini menjadi salah satu bagian terwujudnya indikator dari Sustainable Development Goals (SDGs). Sebagai informasi, SDGs adalah serangkaian tujuan yang dibuat oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk meraih keberlanjutan dan kehidupan lebih baik bagi penduduk bumi.

Nah, salah satu poin penting dalam SDGs ini adalah mendorong perempuan terlibat dalam kepemimpinan di setiap wilayah. Ini tercantum di dalam indikator SDG 5.5.1, perlu adanya ‘perempuan menduduki proporsi kursi baik di parlemen tingkat pusat dan pemerintah daerah. Targetnya, memastikan keterlibatan penuh perempuan dalam kepemimpinan publik di semua tingkat.

 

Data Peserta Perempuan dalam Pilkada

Data peserta perempuan yang mencalonkan diri sebagai pemimpin daerah sesungguhnya masih terhitung fluktuasi atau naik turun di Indonesia. Masih di dalam artikel yang sama, Kompas.id menyajikan data perempuan yang terlibat pada Pilkada serentak 2015. Tercatat dari 1.646 calon kepala daerah beserta wakil, hanya ada 124 orang perempuan yang terlibat. Jumlah ini pun menurun dua tahun setelahnya yaitu 2017, dari 614 calon hanya ada 44 perempuan yang maju.

Baca Juga:  Mengenang Toeti Heraty: Penyair Kontemporer Terkemuka Indonesia

Lalu pada tahun 2024 ini, partisipasi perempuan dalam Pilkada cukup meningkat, terdapat 309 perempuan dari 1551 calon. Dengan rincian ada 18 perempuan yang mencalonkan diri untuk posisi gubernur dan wakil gubernur. Lalu 2010 perempuan yang mencalonkan diri di tingkat bupati dan wakil. Diikuti 81 perempuan yang ikut bersaing di tingkat walikota dan wakil walikota.

Meningkatnya peserta perempuan dalam kontestasi politik lokal ini tentu menjadi kabar baik, sekaligus memberikan penggambaran. Jika rakyat telah memiliki pemikiran yang terbuka dan menerima, apa pun gendernya, ia bisa dan mampu mencalonkan diri menjadi pemimpin. Adanya pergeseran positif terkait pandangan masyarakat terhadap peran gender di ranah politik.

Komitmen mendongkrak tingkat partisipasi perempuan di ranah kepemimpinan juga telah diupayakan lewat Undang-Undang No. 12 Tahun 2003 Tentang Pemilihan Umum dan UU Partai Politik 2008 yang mengatur tentang keterwakilan perempuan. Poinnya adalah partai politik harus menyertakan setidaknya 30 persen keterwakilan perempuan dalam pendirian partai politik. Termasuk dalam kepengurusan di tingkat pusat.

 

Tidak Selalu Berjalan Mulus

Angka partisipasi perempuan memang meningkat. Namun apa yang terjadi di lapangan tidak selalu mulus sesuai harapan. Beberapa pihak menyoroti keterlibatan perempuan tidak mempertimbangkan kualitas, melainkan pemenuhan kouta semata. Hal ini memunculkan pandangan tidak mengenakkan, perempuan hanya sebagai ‘pelengkap’ dan bukan aktor yang sesungguhnya di kancah politik.

Selain itu, beberapa perempuan yang mencalonkan diri menjadi pemimpin daerah harus berjuang ‘lebih ekstra’ karena adanya narasi miring yang melekat. Misalnya dari pernyataan salah satu calon wakil Gubernur Banten Dimyati Natakusumah yang sempat menuai perdebatan.

Dimyati mengatakan dengan jelas jika wanita jangan mendapat beban berat. Apa lagi jadi gubernur. Itu berat loh, luar biasa. Maka oleh sebab itu, laki-laki lah harus membantu memaksimalkan bagaimana Banten ini maju. Tanpa menjagokan pihak mana pun, pernyataan semacam ini memperlihatkan jika objektifikasi perempuan masih ‘semarak’ di kancah perpolitikan Indonesia.

Baca Juga:  Zakiyah Daradjat; Pencetus Konsep Psikologi Agama di Dunia Pendidikan Islam

Jika masih melontarkan pernyataan yang terkesan ‘mengerdillkan’ perempuan seperti ini sungguh amat basi. Sungguh amat disayangkan jika domestifikasi perempuan masih dijadikan sebagai senjata. Selain itu di dalam kalimat tersebut tersirat adanya ‘meragukan’ kapasitas dan kemampuan perempuan untuk terlibat dalam pemerintahan. Sikap seperti ini tentu bisa masuk kategori sebagai diskriminasi yang tidak sejalan dengan hak asasi manusia (HAM).

 

Stigma dan Diskriminatif Masih Melekat

Selain itu, di ujung Sumatera sana, perempuan juga masih harus ‘jungkir balik’ sebelum bertanding melawan narasi ‘perempuan berdosa jika mencalonkan diri menjadi pemimpin. Bukan isu baru sebenarnya. Selalu ada pro dan kontra setiap kali ada perempuan yang ingin mencalonkan diri menjadi pemimpin di Aceh.

Mengutip dari BBC.com, Penggiat Perempuan dari Kata Hati Institute Raihal Fajri ungkap perempuan yang maju mencalonkan diri menjadi pemimpin rentan dianggap menentang syariat. Maka tidak heran jika dari 162 calon kepala dan wakil kepala daerah, hanya ada empat nama perempuan yang maju. Situasi saat ini tentu bertolak-belakang dengan sejarah, yang mana dahulu pernah tercatat sultan dan sultanah (perempuan) pernah memimpin Aceh di abad 15-17.

Sebagai contoh, ada Sultanah Safiatuddin Tajul Alam yang di masa kepemimpinannya mengalami kemajuan di berbagai bidang. Seperti politik, budaya hingga pendidikan. Ia juga mendorong cendikiawan untuk menulis karya ilmiah, mendatangkan ilmuwan asing, dan memberikan beasiswa untuk studi di luar negeri.

Sebagai akhir dari tulisan ini, penulis tentu amat menyayangkan jika pada Pilkada 2024 stigma dan diskriminasi masih melekat pada keterlibatan perempuan di kancah politik. Padahal keterlibatan perempuan bisa memberikan dampak positif. Khususnya dalam pengembangan dan pembuatan kebijakan yang lebih inklusif dan berkeadilan.

Baca Juga:  Fatimah binti Sa’d al-Khair: Pakar Hadis Perempuan Asal Cina

Representatif perempuan di dalam kancah politik juga dapat menggeser stigma dan diskriminasi seperti di atas. Makin banyak perempuan yang terlibat, maka masyarakat bisa melihat jika perempuan juga memiliki kapasitas dan hak yang setara.

#BincangMuslimah.Com #INFID

 

Rekomendasi

Ditulis oleh

Melayu udik yang berniat jadi abadi. Pernah berkuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, jurusan Jurnalistik (2014), aktif di LPM Institut (2017), dan Reporter Watchdoc (2019). Baca juga karya Aisyah lainnya di Wattpad @Desstre dan Blog pribadi https://tulisanaisyahnursyamsi.blogspot.com

Komentari

Komentari

Terbaru

ayat legitimasi kekerasan perempuan ayat legitimasi kekerasan perempuan

Perempuan dan Politik: Bagaimana Islam Memandang Partisipasi Politik Perempuan?

Kajian

masa iddah hadis keutamaan menikah masa iddah hadis keutamaan menikah

Kawin Paksa Menurut Agama dan Hukum

Kajian

Generasi Sandwich: Antara Cinta, Kebutuhan, dan Keterbatasan Ekonomi Generasi Sandwich: Antara Cinta, Kebutuhan, dan Keterbatasan Ekonomi

Generasi Sandwich: Antara Cinta, Kebutuhan, dan Keterbatasan Ekonomi

Muslimah Talk

Peringatan 16 HAKTP: Kampanye Akhiri Kekerasan pada Perempuan Peringatan 16 HAKTP: Kampanye Akhiri Kekerasan pada Perempuan

Peringatan 16 HAKTP: Kampanye Akhiri Kekerasan pada Perempuan

Muslimah Talk

Parenting Islami : Mengenal Generasi Alpha dan Pola Pendidikan yang Tepat Bagi Mereka

Keluarga

sayyidah nafisah guru syafi'i sayyidah nafisah guru syafi'i

Aisyah binti Saad bin Abi Waqqash : Tabi’in Perempuan yang Menjadi Guru Para Ulama

Muslimah Talk

Hari Guru Nasional: Urgensi Guru Sebagai Pendidik Generasi Bangsa Hari Guru Nasional: Urgensi Guru Sebagai Pendidik Generasi Bangsa

Hari Guru Nasional: Urgensi Guru Sebagai Pendidik Generasi Bangsa

Khazanah

Anak Meninggal Sebelum Hari Ketujuh, Masihkah Diakikahi?

Ibadah

Trending

Jangan Insecure, Mari Bersyukur

Muslimah Daily

anjuran menghadapi istri haid anjuran menghadapi istri haid

Haid Tidak Stabil, Bagaimana Cara Menghitung Masa Suci dan Masa Haid?

Ibadah

Siapa yang Paling Berhak Memasukkan Jenazah Perempuan Ke Kuburnya?

Ibadah

keadaan dibolehkan memandang perempuan keadaan dibolehkan memandang perempuan

Adab Perempuan Ketika Berbicara dengan Laki-Laki

Kajian

Pentingnya Self Love Bagi Perempuan Muslim

Diari

Sya’wanah al-Ubullah: Perempuan yang Gemar Menangis Karena Allah

Muslimah Talk

Parenting Islami : Mengenal Generasi Alpha dan Pola Pendidikan yang Tepat Bagi Mereka

Keluarga

anak yatim ayah tiri luqman hakim mengasuh dan mendidik anak anak yatim ayah tiri luqman hakim mengasuh dan mendidik anak

Hukum Orangtua Menyakiti Hati Anak

Keluarga

Connect