BincangMuslimah.Com – Kita baru saja memasuki bulan maulid Nabi besar Muhammad SAW. Hari di mana beliau lahir di muka bumi ini. Sudah menjadi adat masyarakat di Indonesia dan beberapa negara Islam lainnya untuk memperingati dan merayakan hari-hari besar Islam.
Salah satu contoh yakni merayakan maulid nabi dengan berbagai cara. Mulai dari melakukan perlombaan yang berhubungan dengan rasa cinta kepada nabi, berzikir dan bershalawat bersama hingga kajian dalam meneladani Rasulullah SAW.
Selain dengan cara yang berbeda, pelaksanaan perayaan acara keagamaan ini juga pada tempat yang berbeda. Mulai dari bangunan lembaga tertentu, lapangan atau bahkan masjid/mushalla. Perayaan dengan cara ini tentu sah-sah saja untuk membangkitkan rasa cinta kepada Rasulullah dan sebagai perbaikan untuk diri sendiri.
Namun, jika menelisik dari arah tempat pelaksanaan acara tersebut, bolehkah melakukan kegiatan-kegiatan ini di dalam masjid yang sejatinya sebagai tempat ibadah?
Definisi Masjid
Menurut literatur bahasa arab, masjid sendiri adalah bentuk isim makan (kata yang menunjukkan makna tempat) dari kata سَجَدَ ـ يَسْجُدُ yang berarti tempat sujud. Dari makna harfiyah ini dapat kita ketahui bahwa fungsi utama masjid adalah untuk sujud atau lebih umumnya untuk beribadah kepada Allah SWT.
Sehingga ketika kita melakukan hal-hal yang di luar ibadah seperti melakukan sebuah acara misalnya, berarti kita telah menyalah gunakan fungsi masjid sendiri. Terlebih Allah SWT telah memerintahkan kepada kita untuk memuliakan masjid. Sebagaimana firman-Nya di dalam QS. An-Nur [24]:36:
فِي بُيُوتٍ أَذِنَ ٱللَّهُ أَن تُرۡفَعَ وَيُذۡكَرَ فِيهَا ٱسۡمُهُۥ يُسَبِّحُ لَهُۥ فِيهَا بِٱلۡغُدُوِّ وَٱلۡأٓصَالِ
“(Cahaya itu) di rumah-rumah yang di sana telah diperintahkan Allah untuk memuliakan dan menyebut nama-Nya, di sana bertasbih (menyucikan) nama-Nya pada waktu pagi dan petang”.
Menurut Abu al-Hajjaj Mujahid di dalam kitab Tafsir Mujahid hal. 493 maksud dengan potongan ayat فِي بُيُوتٍ أَذِنَ ٱللَّهُ أَن تُرۡفَعَ pada ayat tersebut adalah masjid-masjid yang dibangun. Oleh karena itu, hal ini mengindikasikan bahwa yang semestinya dilakukan terhadap masjid. Seperti memuliakannya dengan banyak berzikir, bertasbih dan beribadah kepada-Nya.
Namun, kendati demikian, ketika kita kembali kepada masa Rasulullah SAW, fungsi masjid memang bukan hanya sebagai tempat ibadah saja. Masjid juga sebagai pusat pendidikan atau dakwah, tempat bermusyawarah dan juga tempat perlindungan.
Etika Mengadakan Acara di Masjid
Fungsi masjid pada zaman Rasulullah memang tidak hanya untuk beribadah saja, namun bukan berarti bisa menggunakan masjid sebagai tempat acara apapun secara mutlak. Pada masa nabi, kegiatan di dalam masjid selain ibadah juga sangat berkaitan dengan mengingat Allah seperti dakwah dan lainnya.
Selain itu, pada zaman tersebut juga tidak memiliki tempat-tempat khusus untuk melakukan acara pertemuan dan sebagainya. Sehingga menjadikan masjid sebagai alternatif untuk melakukan kegiatan tersebut.
Dengan demikian, di zaman sekarang yang sudah maju dengan fasilitas yang memadai. Sudah seharusnya kita memuliakan masjid dengan merawat dan menjadikannya sebagai tempat beribadah saja sebagaimana fungsi semestinya. Kalaupun memang terdesak karena tidak memiliki tempat lain untuk melakukan acara ataupun suatu kegiatan sudah seharusnya penyelenggara memperhatikan detail dari acara tersebut.
Jika yang mengadakan kegiatan bukan merupakan suatu ibadah seperti shalat ataupun zikir, seharusnya acara tersebut tetap memuat hal-hal yang mendekatkan diri kepada Allah. Serta tidak mengandung unsur yang dapat mengotori ataupun menghinakan masjid. Sebab kembali lagi, masjid adalah tempat yang harus dimuliakan.
Semoga bermanfaat.
1 Comment