BincangMuslimah.Com – Ketika perintah salat disyariatkan, Nabi Muhammad saw. beserta para sahabat bermusyawarah terkait bagaimana cara untuk memberitahukan kepada umat Islam apabila telah memasuki waktu shalat. Dari musyawarah tersebut, dihasilkan kesepakatan bahwa untuk menandakan waktu salat tiba adalah dengan cara mengumandangkan lafaz-lafaz tertentu, yakni azan. Seperti apa sejarah pensyariatan azan pertama kali? Berikut penjelasannya.
Azan secara bahasa berarti al-i‘lam, yang artinya memberi tahu. Sebagaimana dalam surah At Taubah [9]: 3, “Dan satu maklumat (pemberitahuan/wa adzanun) dari Allah dan Rasul-Nya kepada umat manusia….”.
Sedangkan secara istilah syariat, azan adalah gabungan perkataan tertentu yang digunakan untuk mengetahui waktu salat fardhu atau dapat juga diartikan sebagai pemberitahuan tentang waktu salat dengan lafaz-lafaz tertentu. (Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam wa Adillatuhu, Jilid 1, 573)
Sejarah azan bermula ketika Nabi Muhammad saw. menginginkan bagaimana cara memberitahukan umat muslim saat waktu shalat telah tiba, sehingga mereka berkumpul di masjid untuk melakukan salat jamaah. Lalu, Nabi saw. mengumpulkan beberapa sahabat untuk melakukan musyawarah terkait persoalan tersebut.
Di antara para sahabat ada yang mengusulkan agar dikibarkannya saja bendera sebagai tanda waktu shalat telah tiba. Kemudian, ada yang mengusulkan dengan cara ditiupkan terompet, sebagaimana pemeluk agama Yahudi melakukannya. Lalu, ada pula yang memberikan usulan supaya dibunyikan lonceng, seperti pemeluk agama Nasrani. Dan, ada juga usulan agar dinyalakan api di tempat yang tinggi, sehingga saat terlihat asapnya berarti menandakan masuknya waktu shalat.
Dari usulan-usulan tersebut semuanya ditolak oleh Nabi saw. Kemudian, sahabat Umar bin Khattab memberikan usul supaya ditunjuk saja seseorang yang bertugas sebagai pemanggil ketika waktu shalat telah tiba. Usulan ini pun disetujui oleh para sahabat dan juga Nabi saw.
Dalam kisah yang dituturkan oleh Abu Daud, bahwasannya Abdullah bin Zaid berkata,
“Ketika cara memanggil kaum muslimin untuk shalat dimusyawarahkan, suatu malam dalam tidurku aku bermimpi. Aku melihat ada seseorang sedang menenteng sebuah lonceng. Aku dekati orang itu dan bertanya kepadanya apakah ia ada maksud hendak menjual loncengan itu. Jika memang begitu, aku memintanya untuk menjual kepadaku saja.”
Orang tersebut malah bertanya, “Untuk apa?”
Aku menjawab, “bahwa dengan membunyikan lonceng itu, kami dapat memanggil kamu untuk menunaikan shalat”.
Orang itu berkata lagi, “Maukah kamu kuajari cara yang lebih baik?”
Dan aku menjawab, “Ya”, lalu dia berkata lagi dan kali ini dengan suara yang amat lantang,
“Allahu Akbar Allahu Akbar,
Asyhadu Alla ilaha illallah,
Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah
Hayya ‘alash shalah
Hayya ‘alal falah
Allahu Akbar Allahu Akbar
La ilaha illallah”
Ketika aku bangun keesokan harinya, aku menemui Nabi saw. dan menceritakan perihal mimpi itu. Kemudian, Nabi saw. berkata, “Itu mimpi yang sebetulnya nyata. Berdirilah di samping Bilal dan ajarilah dia bagaimana mengucapkan kalimat itu. Dia harus mengumandangkan azan seperti itu dan dia memiliki suara yang amat lantang”. Lalu, aku pun melakukan hal itu Bersama Bilal. Dan ternyata, Umar juga bermimpi yang serupa, dan ia pun menceritakannya kepada Nabi saw.” (M. Syukron Maksum, Dahsyatnya Adzan, 19-21).
Dalam penjelasan az-Zuhaili (Fiqih Islam wa Adillatuhu, Jilid 1, 574), dalil tentang azan tidak hanya berdasarkan pada mimpi semata, namun juga ada sandaran dari wahyu, sebagaimana dari keterangan hadis yang diriwayatkan oleh al-Bazzar dengan status gharib, bahwa ketika malam Isra’, Nabi Muhammad saw. diperkenalkan dan diperdengarkan azan di langit ketujuh.
Lalu, malaikat Jibril mendatangi Nabi saw., dan beliau menjadi imam penduduk langit. Sedangkan hadis yang sahih menyatakan bahwa azan mulai dikumandangkan di Madinah. Dan mimpi terkait azan terjadi pada tahun pertama hijrah, dan Nabi saw. merestuinya.
Dengan demikian, sejarah pensyariatan azan pertama kali dimulai pada tahun pertama hijrah, (‘Abdurrahman al-Jazairy, Kitab al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba‘ah, Jilid 1, 281). Sedangkan azan di kawasan Mekkah, lebih tepatnya di Kakbah, azan mulai dikumandangkan pada peristiwa Fathu Makkah, yakni pada tahun ke 8 hijrah. (Dar al’ilm, Atlas Sejarah Islam, 29)
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa azan merupakan cara Islam untuk memberitahukan kepada umat muslim terkait masuknya waktu shalat. Menurut az-Zuhaili, dalil tentang azan tidak hanya hadir melalui mimpi, tapi juga ada keterkaitan wahyu di dalamnya. Pensyariatan azan sendiri mulai berlaku pada abad pertama hijra