BincangMuslimah.Com – Akhir-akhir ini viral di media sosial tentang kebakaran di kawasan Gunung Bromo yang melahap lebih 500 hektar savana. Kebakaran ini disebabkan oleh penggunaan flare dalam pemotretan prewedding. Tentu, perusakan alam seperti ini berdampak negatif pada manusia dan alam situ sendiri.
Bukan hanya melalui hukum negara, Allah Swt. sebagai Sang Pencipta juga telah memerintahkan kepada hamba-Nya untuk melestarikan alam dan merawatnya dengan sebaik mungkin. Sebagaimana firman-Nya di dalam Q.S. Al-Qashash [28]:77
وَٱبۡتَغِ فِيمَآ ءَاتَىٰكَ ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلۡأٓخِرَةَۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنۡيَاۖ وَأَحۡسِن كَمَآ أَحۡسَنَ ٱللَّهُ إِلَيۡكَۖ وَلَا تَبۡغِ ٱلۡفَسَادَ فِي ٱلۡأَرۡضِۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلۡمُفۡسِدِينَ
Artinya: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (pahala) negeri akhirat, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia. Berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”
Sebagai makhluk yang diamanahkan untuk merawat alam, manusia seharusnya menjalankan amanah tersebut dengan sebaik mungkin. Lalu adakah konsekuensi atau sanksi yang akan diberikan oleh Allah bagi manusia yang justru merusak lingkungan?
Ada beberapa konsekuensi yang bisa kita ambil dari beberapa ayat dan tafsir tentang larangan merusak alam. Di antaranya sebagai berikut:
Jauh dari rahmat Allah
Allah berfirman di dalam Q.S. Al-A’raf [7]:56
وَلَا تُفۡسِدُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ بَعۡدَ إِصۡلَٰحِهَا وَٱدۡعُوهُ خَوۡفٗا وَطَمَعًاۚ إِنَّ رَحۡمَتَ ٱللَّهِ قَرِيبٞ مِّنَ ٱلۡمُحۡسِنِينَ
Artinya: “Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah diatur dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat dengan orang-orang yang berbuat baik.”
Menurut Abu Hasan al-Balkhy, maksud ayat ini adalah ketika telah diutus seorang nabi kepada masyarakat maka mereka harus mentaatinya, melestarikan alam dan penduduknya. Hal Itu karena bermaksiat terhadap keduanya dianggap merusak kehidupan. Sedangkan orang yang mentaati larangan tersebut dengan mentaati utusan Allah, melestarikan alam dan penduduknya adalah orang-orang yang melakukan perbaikan (muhsin). Orang muhsin berada dekat dari rahmat Allah seperti yang disebutkan di akhir ayat.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa orang yang melakukan kerusakan tidak akan dekat atau bahkan dijauhkan dari rahmat Allah.
Tidak dicintai oleh Allah
Q.S. Al-Maidah [5]:64
وَيَسۡعَوۡنَ فِي ٱلۡأَرۡضِ فَسَادٗاۚ وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ ٱلۡمُفۡسِدِينَ
Artinya: “…dan mereka berbuat kerusakan di muka bumi dan Allah tidak menyukai orang-orang yang membuat kerusakan”.
Menurut Imam al-Thabari di dalam kitab Tafsir al-Thabari Jami’ al-Bayan juz 10 halaman 461, dengan mengutip perkataan Abu Ja’far, yang dimaksud dengan potongan ayat di atas adalah Allah tidak menyukai orang-orang yang melakukan maksiat di bumi-Nya. Dengan demikian, bisa kita pahami bahwa merusak alam juga merupakan maksiat kepada Allah karena Allah Swt. memerintahkan untuk melestarikan alam dan tidak merusaknya.
Kedua hal ini adalah sebagian dari konsekuensi yang akan diterima bagi orang yang tidak melestarikan lingkungan dan merusaknya. Selain hal ini tentu masih ada konsekuensi yang akan diterima oleh perusak alam karena melestarikan alam adalah salah satu perintah Allah yang harus kita patuhi sebagai hamba. Semoga kita bisa mencintai lingkungan dengan tidak merusak dan melestarikannya dengan sebaik mungkin.
Semoga bermanfaat.