BincangMuslimah.Com – Dalam momen perayaan Hari Anak Nasional setiap 23 Juli, perlu adanya renungan bagi setiap lapisan masyarakat untuk bertanya sudahkah anak aman dari perilaku bullying dan kekerasan seksual? Atau sudahkah anak merasa bahagia?
Sekilas merefleksi, beberapa waktu lalu, sebuah berita yang teramat memprihatinkan muncul dan jadi perhatian publik. Terjadi kasus perundungan yang dialami seorang anak berusia 11 tahun di Tasikmalaya, Jawa Barat. Korban bullying mendapatkan kekerasan tidak hanya fisik, namun juga psikis dan seksual.
Malangnya, anak tersebut tidak tertolong hingga harus kehilangan nyawanya. Peristiwa ini bermula ketika korban mendapat paksaan untuk berhubungan badan dengan kucing. Tidak sampai di sana, pakaian korban, dan perilaku jahat itu direkam dengan durasi 50 detik.
Hal yang cukup membuat geram dan hati meringis adalah menyebarkan video tersebut antar Whatshapp kampung setempat. Kemudian beredar ke media sosial dan sempat ramai ditonton orang. Tahu jika video tersebut ramai ditonton oleh orang, korban pun mengalami goncangan psikis.
Perundungan yang Berdampak pada Psikis Anak
Goncangan psikis yang dialami korban tidak main-main. Berdampak hingga penurunan fisik dan nafsu makan yang terus menurun. Korban pun jatuh sakit dan sempat dirawat di rumah sakit.
Pemeriksaan medis pun dilakukan, dan hasil diagnosis menyatakan korban mengalami suspect depresim thypoid dan ensefalopati kejiwaan. Penyebab keduanya oleh tekanan psikologis yang sangat berat. Perundingan tersebut ternyata tidak satu dua kali terjadi.
Korban memang selalu menjadi target pembullyan. Saat membawanya ke rumah sakit, anak tersebut enggan untuk makan dan minum. Kesehatannya menurun mengalami demam hingga penurunan kesadaran.
Kondisi kesehatan yang memburuk hingga turunnya kesadaran seseorang membuat korban tidak dapat tertolong. Ia harus kehilangan nyawanya. Kasus ini menunjukkan jika pembullyan pada anak masih terjadi.
Bahkan pembullyan yang terjadi pada anak seakan sudah berada di luar batas dan tidak terkendali. Kasus di atas sekali menegaskan jika perundungan tidak hanya menyerang kondisi psikis. Pada tahap yang sangat parah, dapat menyebabkan kematian.
Tidak dapat kita pungkiri Sebagian masyarakat kita belum betul-betul teredukasi dengan perilaku perundungan. Bahkan ada yang menganggap jika perudungan merupakan sesuatu yang normal. Perundungan antar anak sering mendapat anggapan ‘memang seperti itulah anak-anak bermain’.
Sehingga ketika sudah ada anak yang menjadi korban perundungan, tidak mendapatkan perhatian yang intensif dari orangtua. Padahal ketika anak-anak sudah menunjukkan tanda-tanda lesu, muram, nafsu makan yang menurun, sudah mesti harus menyelidiki apa yang terjadi.
Edukasi dari Orang Tua akan Bahaya Melakukan Perundungan
Di sisi lain, masing-masing orangtua perlu memberikan edukasi perihal buruknya perilaku perundungan. Tentunya dengan menggunakan bahasa yang anak-anak dapat mengerti.
Tidak sampai di sana, orangtua pun perlu mengawasi lingkungan tempat anak bergaul, memastikan tontonan, bacaan dan terpaan tidak mengandung unsur kekerasan. Dan mengingatkan jika kekerasan merupakan bentuk dari perbuatan yang tidak baik.
Kasus perundungan yang terjadi di Jawa Barat di atas juga menunjukkan jika ada kemungkinan pelaku terpapar dengan konten pornografi. Khusus untuk kemungkinan paparan konten pornografi, perlu kontribusi dari berbagai pihak.
Orangtua perlu melakukan pengawasan pada sang buah hati terhadap semua tontonan. Perlu juga memberikan literasi soal edukasi seksual, dengan menggunakan bahasa yang bisa anak-anak memahaminya.
Pemerintah juga punya peran dan memiliki wewenang untuk membatasi konten-konten yang bisa diakses oleh masyarakat. Bisa dengan membuat regulasi atau secara teknis, menyaring beberapa website. Walaupun memang sulit karena sebagian besar website tidak dapat terbendung.
Pemerintah dan Seluruh Pihak Turut Terlibat dalam Upaya Edukasi Perundungan
Siasat lain yakni dengan memberikan kurikulum khusus di sekolah terkait perundungan serta kekerasan seksual. Pendidikan seperti ini sangat perlu sebagai bekal untuk anak-anak.
Indonesia sendiri telah memiliki regulasi dengan tujuan melindungi anak-anak dari perundungan. Hal ini tercantung di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2022 Perlindungan Anak.
Jelas tertulis di dalamnya, pasal 1 ayat 15a, perbuatan kekerasan yang berakibat pada kesengsaraan dan penderitaan secara psikis, fisik, seksual dan penelantaran. Termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum.
Jenis perudungan apa pun, entah itu fisik, verbal atau psikis masuk dalam kekerasan dan berada dalam ranah UU Perlindungan Anak. Pelaku harus mendapat tindakan secara pidana sesuai pasal 80. Dengan hukuman penjara paling sedikit enam bulan dan terlama tiga tahun dengan denda 72.000.000 rupiah.
Sehingga dapat kita simpulkan, dalam momentum Hari Anak Nasional, sudah saatnya seluruh masyarakat kita menjamin keamanan dan kenyamanan anak tumbuh berkembang. Jika ada perilaku perundungan dan kekerasan, orang dewasa bukan diam dan memaklumi. Tapi mengarahkan dan memberikan pemahaman.
Di peringatan Hari Anak Nasional ini, mari ciptakan ruang aman bagi anak agar bebas dari bullying dan kekerasan seksual.
12 Comments