BincangMuslimah.Com – Secara umum kata “jihad” kerap dikenal bermakna maskulinitas. Sebagian masyarakat pun berpandangan jihad identik dengan laki-laki yang berjuang di jalan Allah. Turun ke medan peperangan lalu melawan umat jahiliyah. Berperang di jalan Allah memang pernah terjadi pada jaman Rasulullah saw. Namun, makna jihad bagi seorang perempuan ataupun laki-laki untuk masa kini bukan lagi perang seperti jaman Rasulullah.
Kala itu, Rasulullah bersama umat muslim terdahulu memang mendapatkan banyak intimidasi dari kaum jahiliyah. Intimidasi yang diberikan tidak sekadar lisan saja. Banyak para sahabat yang mendapat tekanan secara fisik, begitu pula dengan Nabi Muhammad.
Di masa seperti itu lah banyak yang mengira jika mereka yang turun untuk melakukan untuk jihad hanya untuk laki-laki. Padahal banyak perempuan yang turut melindungi Rasulullah saat turun ke medan perang. Mengutip dari buku Faqihuddin Abdul Kodir, Perempuan (Bukan) Sumber Fitnah, disebutkan ada sosok perempuan yang terjun ke dalam peperangan.
Misalnya Nusaibah bin Ka’ab al-Anshariyah r.a. Ia turut ambil andil dalam peperangan Yamamah dan kemudian meninggal sebagai syahid. Dan masih banyak lagi sosok perempuan yang turut berperang di zaman Rasulullah.
Namun seiring berjalannya waktu, peperangan tidak lagi diperlukan. Namun bukan berarti umat muslim tidak lagi melakukan jihad. Pada dasarnya, jihad memiliki arti segala upaya yang sungguh-sungguh untuk mencapai kebaikan.
Kebaikan-kebaikan tersebut tidak hanya memperjuangkan jalan Allah melalui peperangan seperti zaman Rasulullah. Kini, jihad dapat dilakukan di dalam maupun di luar rumah. Konteks jihad juga tidak diperuntukkan oleh laki-laki. Perempuan pun turut mempunyai peran yang sama. Allah pun berfirman,
اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَهَاجَرُوْا وَجَاهَدُوْا بِاَمْوَالِهِمْ وَاَنْفُسِهِمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَالَّذِيْنَ اٰوَوْا وَّنَصَرُوْٓا اُولٰۤىِٕكَ بَعْضُهُمْ اَوْلِيَاۤءُ بَعْضٍۗ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, berhijrah, berjihad dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah (baik laki-laki maupun perempuan), dan orang-orang yang suka melindungi dan menolong orang lain (baik laki-laki maupun perempuan) mereka semua adalah mitra yang saling mendukung satu sama lain. (QS al-Anfal (8):72).
Lantas bentuk jihad seperti apa yang dapat dilakukan oleh perempuan di masa kini? Menurut Faqihuddin Abdul Kodir, masih di buku yang sama, ia menyatakan jika jihad perempuan bisa di dalam maupun di luar rumah.
Jihad di dalam rumah bisa berupa mengurus ranah domestik dan keluarga. Dahulu, memang benar banyak perempuan yang menginginkan jihad dalam peperangan di zaman Rasul.
Hanya saja, keadaan membuat mereka tidak bisa turut pergi. Nabi Muhammad pun memberikan penghiburan jika melakukan aktivitas di ranah domestik sama nilainya dengan berjihad.
Pada kasus yang sama, Rasulullah juga meminta seorang laki-laki untuk tidak turun berperang. Beliau lebih mengarahkan si laki-laki berjihad di dalam rumah untuk mengurus ibu nya yang tengah sakit.
Ini membuktikan Rasul tidak pernah merendahkan ranah domestik. Atau mengisyaratkan laki-laki lah yang terbaik, Sehingga mereka bisa berjihad bersama Rasul. Namun, sejatinya Nabi Muhammad memberikan apresiasi jika ranah domestik yang dikerjakan sama dengan jihad.
Untuk jihad yang di luar rumah, mungkin bisa dimaknai berbuat baik sebagai penyedia layanan di fasilitas kesehatan. Pandemi Covid-19 mungkin bisa menunjukkan jika tenaga kesehatan punya peran selain menyelamatkan pasien yang terinfeksi. Yaitu berjihad untuk menghadirkan kebaikan berupa kesehatan dan keamanan. Tentunya atas izin Allah SWT.
Begitu pula dengan relawan yang memberikan bantuan ke daerah konflik seperti peperangan. Kegiatan yang mereka lakukan terhitung sebagai bentuk jihad dalam Islam. Demikianlah jihad yang bisa dilakukan baik oleh laki-laki ataupun perempuan di masa kini yang bukan lagi dimaknai dengan perang. Wallahu a’lam.