BincangMuslimah.Com -Indonesia sedang gawat darurat mengenai kasus kekerasan seksual. Bertubi-bertubi muncul berita kekerasan seksual yang tak hanya memakan korban perempuan, tapi juga laki-laki. Ini membuktikan bahwa korban kekerasan seksual tidak hanya menimpa perempuan, tapi juga laki-laki. Kasus-kasus yang menimpa mereka justru terkuak setelah beberapa tahun kemudian.
Saipul Jamil selaku tersangka yang baru saja bebas dari bui akibat dua kasus yang salah satunya adalah kekerasan seksual. Ia ramai-ramai disambut oleh keluarga, rekan, bahkan media dan televisi bak tokoh. Glorifikasi atau pemujaan kepada pelaku kekerasan seksual tentu sangat melukai hati korban dan juga masyarakat umum. Sikap tersebut sangat tidak pantas dan akan menimbulkan normalisasi perilaku kekerasan seksual. Sekalipun ia telah menjalani masa hukuman, tetapi trauma dari korban tentu tak mudah untuk disembuhkan.
Korban dari perilaku kejahatan seksual yang dilakukan oleh Saipul Jamil adalah anak laki-laki. Kasus ini membuktikan bahwa korban kekerasan seksual tidak hanya dari perempuan, tapi juga laki-laki. Kejadian itu tak hanya melukai korban secara pribadi, tapi juga keluarganya. Tapi dengan entengnya media memberitakan dengan judul bahwa Saipul Jamil tidak dendam dengan yang melaporkannya. Padahal jelaslah ia telah melakukan perilaku yang sangat tak bermoral.
Bersamaan dengan itu, berita pelecehan di KPI Pusat baru-baru ini terkuak. Korban merupakan salah satu pegawai yang juga seorang laki-laki, telah menikah dan memiliki anak. Menurut beberapa sumber, korban telah mengalami perundungan sejak tahun 2012 dan pelecehan tahun pada 2015. Bahkan para tersangka sampai mencoret organ intim sang korban. Beberapa kali sang korban melakukan upaya pembelaan dan pelaporan atas kasus yang menimpanya. Nahasnya, upaya itu tak kunjung mendapat jawaban atau bantuan dan tindakan tegas, baik dari komnas HAM ataupun kepolisian.
Kasus kekerasan dan pelecehan seksual masih dianggap sesuatu yang remeh oleh aparat keamanan, bahkan oleh sebagian masyarakat. Meski kini, sudah banyak masyarakat yang menyadari akan pentingnya menyuarakan isu ini agar tak makin banyak melahirkan pelaku dan korban. Regulasi dan pihak berwenang tak cukup memiliki andil untuk mengatasi bahkan mencegah terjadinya kekerasan dan pelecehan seksual.
Kasus ini akhirnya diproses setelah viral di media sosial. Tapi nahasnya, para pelaku justru melakukan pelaporan balik kepada korban dengan UU ITE atas pencemaran nama baik tersangka. Mereka keberatan karena sang korban membeberkan nama para pelaku. Padahal hal itu justru menjadi sanksi sosial bagi mereka yang dampaknya tak seberapa berat dibandingkan apa yang dialami oleh korban pelecehan seksual.
Dua kasus tersebut hanya sedikit contoh kasus kekerasan seksual yang memakan korban laki-laki. Belum lagi kasus lainnya yang memakan korban laki-laki baik yang terkuak maupun tidak. Bahwa ternyata korban kekerasan seksual tidak hanya perempuan, ia tak mengenal gender. Selain regulasi yang harus segera disahkan, aparat dan pihak berwenang juga harus mendapatkan edukasi betapa kasus kekerasan seksual bukanlah kasus remeh.