BincangMuslimah.Com – Zakat adalah salah satu rukun Islam yang menjadi kewajiban bagi tiap muslim. Utamanya zakat fitrah yang dilaksanakan tiap bulan Ramadhan. Selain sebagai bentuk penghambaan kepada Allah, zakat juga merupakan ibadah yang bersifat sosial, menjunjung perbaikan ekonomi. Hal yang seringkali dilematis adalah saat calon penunai zakat merasa bingung, untuk melakukan zakat di tanah rantau atau di kampung halaman saja saat ia melaksanakan hari raya?
Sebelum menemukan jawaban itu, mari kita tengok firman Allah tentang perintah zakat. Terdapat banyak sekali perintah zakat dalam Alquran yang biasanya dibarengin dengan perintah shalat. Di antaranya pada surat al-Baqoroh ayat 43:
وَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَ وَارْكَعُوْا مَعَ الرَّاكِعِيْنَ
Artinya: Dan laksanakanlah salat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang yang rukuk.
Begitu juga dalam surat an-Nisa ayat 162:
لٰكِنِ الرَّاسِخُوْنَ فِى الْعِلْمِ مِنْهُمْ وَالْمُؤْمِنُوْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِمَآ اُنْزِلَ اِلَيْكَ وَمَآ اُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ وَالْمُقِيْمِيْنَ الصَّلٰوةَ وَالْمُؤْتُوْنَ الزَّكٰوةَ وَالْمُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ اُولٰۤىِٕكَ سَنُؤْتِيْهِمْ اَجْرًا عَظِيْمًا
Artinya: Tetapi orang-orang yang ilmunya mendalam di antara mereka, dan orang-orang yang beriman, mereka beriman kepada (Al-Qur’an) yang diturunkan kepadamu (Muhammad), dan kepada (kitab-kitab) yang diturunkan sebelummu, begitu pula mereka yang melaksanakan salat dan menunaikan zakat dan beriman kepada Allah dan hari kemudian. Kepada mereka akan Kami berikan pahala yang besar.
Begitu juga dalam sebuah hadis mengenai zakat, terutama zakat fitrah:
عن ابنِ عُمَرَ رَضِيَ الله تعالى عنهما قال: فرَض رسولُ اللهِ صلَّى الله عليه وسلَّم زكاةَ الفطرِ صاعًا من تمرٍ، أو صاعًا من شَعيرٍ، على العبدِ والحرِّ، والذَّكَرِ والأنثى، والصَّغيرِ والكَبيرِ مِنَ المسلمينَ، وأمَر بها أن تؤدَّى قبل خُروجِ النَّاسِ إلى الصَّلاة
Artinya: Dari Ibnu Umar R.A berkata: Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah sebesar satu sha’ dari (sejenis) gandum kepada budak atau orang merdeka, baik laki-laki maupun perempuan, baik anak kecil maupun orang dewasa dari kaum muslim. Dan Rasulullah memerintahkannya untuk memberikannya sebelum orang-orang keluar pergi melaksanakan shalat Id. (HR. Bukhari)
Dan beberapa dalil lainnya yang menyebutkan tentang kewajiban menunaikan zakat. Kembali ke pertanyaan semula, mana yang lebih baik antara menunaikan zakat di tanah rantau tempat mencari nafkah atau di kampung halaman? Sedangkan seperti yang kita ketahui bahwa salah satu ikhtiyar manusia mencari nafkah adalah pergi ke luar daerahnya. Terkadang mereka justru menghabiskan banyak waktu di tanah rantau ketimbang daerah kelahiran. Dan hanya pulang kampung saat hari raya untuk berkumpul bersama sanak saudara.
Mengenai hal ini, Syekh Wahbah Zuhaili mengerucutkan masalah ini kepada hal di mana harta sumber mengeluarkan zakat itu berada. Artinya, yang dimaksud dengan wilayah utama adalah wilayah ia mencari sumber nafkah atau penghidupan. Ada dua pendapat dari berbagai ulama, yaitu tidak boleh mengalihkan pemberian zakat di luar wilayah sumber penghasilan, dan pendapat lainnya boleh.
Syekh Wahbah Zuhaili dalam Fiqh al-Islam wa Adillatuhu merangkum pendapat berbagai ulama. Ulama Mazhab Hanafi menghukumi makruh tanzih mengalihkan pendistribusian zakat ke luar wilayah sumber penghasilan, kecuali jika ia mengalihkan zakatnya kepada kerabatnya atau kepada golongan yang lebih membutuhkan. Atau juga mengalihkan zakatnya ke wilayah muslim dari dar al-harb (wilayah perang). Atau karena ingin menyegerakan membayar zakat, baik zakat fitrah maupun zakat mal. Kebolehan mengalihkan pemberian zakat ke luar wilayah sumber penghasilan atau harta karena hal-hal tersebut yang tujuan dan kemaslahatannya lebih nyata.
Sedangkan ulama Mazhab Maliki tidak membolehkan pengalihan zakat melebihi jarak safar, 89 kilometer dari wilayah sumber penghasilan. Akan tetapi, sama halnya dengan pendapat ulama Mazhab Hanafi, ulama Mazhab Maliki membolehkan dengan pengecualian pengalihan zakat diarahkan kepada yang lebih membutuhkan.
Adapun ulama Mazhab Syafi’i melarang pengalihan zakat. Wajib bagi pemberi zakat untuk menunaikan zakatnya di wilayah sumber penghasilannya. Adapun jika tidak ditemukan golongan yang berhak menerima zakat dari delapan golongan, maka pengalihannya ke wilayah terdekatnya dan seterunsya.
Dan ulama mazhab Hanbali tidak membolehkan mengalihkan pemberian zakat ke luar wilayah sumber penghasilan melebihi jarak safar, senada dengan pendapat ulama Mazhab Maliki, bahkan mereka menghukumi haram.
Jika kita melihat perbedaan pendapat dari keempat mazhab ini, ditarik kesimpulan bahwa hukum asal mendistribusikan zakat di luar wilayah mencari nafkah atau di luar tanah rantau tidak diperbolehkan. Kebolehan tersebut berlaku jika ada kemaslahatan yang nyata. Sebab esensi utama menunaikan zakat adalah membantu memangkas kesenjangan ekonomi dan pemberian kepada orang fakir. Atau jika memang melaksanakan Ramadhan penuh di kampung halaman karena sudah terlanjur mudik sebelum Ramadhan maka disilakan menunaika zakat di kampung halaman. Wallahu a’lam bisshowab.