BincangMuslimah.Com – Tiap bangsa dituntut melaju lebih pesat di era sekarang ini. Sains dan inovasi teknologi merupakan kunci utama yang harus dipacu perkembangannya. Kaum perempuan jelas memiliki andil yang sangat besar dalam perubahan peradaban dunia. Tak bisa dipungkiri bahwa dunia membutuhkan sains dan sains membutuhkan perempuan. Termasuk Indonesia butuh lebih banyak perempuan di bidang Science, Technology, Engineering, and Math (STEM). Mengapa hal ini penting?
“Indonesia kekurangan sumber daya manusia dalam STEM, termasuk tentu saja perempuan, padahal bidang STEM lebih membutuhkan ketelitian dan ketekunan,” ucap Bambang di Jakarta sebagaimana dilansir dari tempo.co
Pernyataan tersebut adalah bukti betapa pentingnya perempuan masuk diranah STEM. Dukungan juga telah datang dari Kementerian Riset dan Teknologi. Menristek Bambang Brodjonegoro menyatakan mendukung kiprah perempuan di bidang STEM. Baginya perempuan punya kesempatan yang sama dengan laki-laki di bidang apapun, termasuk STEM.
Menurut data UNESCO dan Korean Women’s Development Institute menjelaskan tentang sejumlah ilmu terkait bidang STEM di perguruan tinggi Indonesia sebenarnya diminati perempuan. Sebanyak 88 % responden memilih biologi dan 80,7 % menaruh minat pada farmasi. Sisanya, pilihan perempuan jatuh pada sejumlah disiplin ilmu lain seperti Kedokteran sebesar 73 %, kimia 66,8 %, matematika sejumlah 57,7 %, dan fisika sebesar 38,9 %.
Jika melihat dari angka statistik tersebut, perempuan di jenjang perguruan tinggi yang meminati bidang sains-teknologi cukup banyak. Akan tetapi, di ranah profesional, keberadaan perempuan masih langka.
Dalam A Complex Formula: Girls and Women in Science, Technology, Engineering, and Mathematics in Asia, yang ditulis oleh Kantor UNESCO Bangkok dan Biro Regional untuk Pendidikan di Asia dan Pasifik, Institut Pengembangan Wanita Korea (Korea R) menjelaskan bahwa hal tersebut mengakibatkan sedikitnya sosok perempuan yang dianggap panutan atau role model bagi anak-anak perempuan. Ujungnya, partisipasi perempuan di dunia kerja pun rendah.
Karena tak ada role model perempuan, akibatnya akan berdampak pada aspek partisipasi kerja perempuan di bidang STEM. Kemudian menjadi problem di bidang kesetaraan dan penghasilan yang kerap menjadi ganjalan bagi pekerja perempuan. Dilansir dari Channel You Tube Kemenristek/BRIN, hanya 18,5 % manajer berpangkat tinggi perempuan. Pada pekerjaan bergaji tinggi penghasilan perempuan 13 % lebih rendah dari laki-laki%. Pada perempuan bergaji rendah bahkan kesenjangannya mencapai 63 %.
Laporan UNESCO dan Korean Women’s Development Institute juga menaruh perhatian pada jumlah peneliti perempuan di bidang sains, teknologi, dan inovasi. Di Indonesia sendiri, jumlah peneliti perempuan yang menggeluti ketiga bidang tersebut ada 31 %. Angka ini masih dibawah 50 %, sehingga masih rendah. Padahal jumlah peneliti ini akan berpengaruh pada kemampuan perempuan untuk berkompetisi dengan laki-laki pada bidang ilmu tertentu.
Selain jumlah peneliti perempuan yang masih rendah, problem yang perlu disoroti adalah konsentrasi perempuan pada pekerjaan tertentu di bidang STEM. Lebih banyak perempuan berkarya di dunia kedokteran dan biologi. Sebaliknya, sangat sedikit sekali perempuan yang berkarya di dunia teknik dan fisika.
Stereotip Pekerja perempuan juga terkonsentrasi di posisi level bawah. Hal yang ikut menyumbang penyebab masalah tersebut yakni ditengarai terbatasnya dukungan yang diberikan untuk perempuan dibidang STEM.
Menurut Sastia Prama Putri,Asisten Profesor Osaka University, dalam channel You Tube Narasi, sampai sekarang masih ada isu-isu ketimpangan gender. Persaingan antar peneliti karena prosentasi peneliti perempuan juga 31 %. Menurut Sasti, lebih kearah tantangan ilmuan secara umum. Karena tantangan menjadi ilmuan adalah “kegagalan”. Dari 1000 eksperimen, bisa jadi 999 gagal dan hanya 1 yang berhasil. Jadi untuk menjadi ilmuan itu harus bisa tahan banting, harus bisa selalu optimis dan harus bisa menerima kegagalan.
Awalnya Sastia mengambil jurusan biologi spesialisasi mikrobiologi dan sekarang pindah ke engginering. Dan perempuan engginering di Jepang itu hanya 1 %. Karena steottip bahwa dunia engginering atau teknik kurang ramah bagi perempuan. Dia mencoba banyak melibatkan perempuan dalam sains dan engginering, atau teknologi. Karena yakin sekarang banyak generasi muda yang tertarik dengan engginering dan Sains.
Jika melihat dari apresiasi terhadap para peneliti perempuan Indonesia, telah datang dukungan dari L’Oréal-UNESCO For Women in Science yang memotivasi para perempuan Indonesia bergerak di bidang sains dan teknologi. Role model memang diperlukan agar tumbuh bibit-bibit para perempuan tangguh untuk terjun di bidang sains. Seperti yang kita tahu, bahwa ke depannya dunia ini akan penuh dengan teknologi dan sains. Ini juga merupakan tantangan tersendiri bagi perempuan untuk ikut andil mengambil perannya atas kebermanfaatan yang bisa disalurkan lebih luas.
Menurut Sastia, tantangan pembibitan perempuan Indonesia untuk masuk dalam ranah sains memang masih sangat kekurangan untuk perempuan peneliti. Padahal tidak dapat dipungkiri bahwa sains membutuhkan perempuan. Perempuan harus berani menonjolkan kelebihan-kelebihan perempuan untuk balance. Sehingga perspektif antara perempuan dan laki-laki dalam memecahkan masalah akan menghasilkan sesuatu inovasi yang luar biasa, dibandingkan permasalahn itu diselesaikan dari satu perspektif laki-laki saja.
Teruntuk perempuan Indonesia, mulai bangun ketangguhan dalam diri. Jangan takutlah untuk mempunyai mimpi yang tinggi. Ketika diri kita punya kompetensi, kemampuan dan inovasi yang luar biasa seharusnya berani untuk menuangkan dalam bentuk karya dan memberikan sumbangsing bagi negeri. Keberanian inilah yang harus muncul dari perempuan-perempuan Indonesia. Hal tersebut juga pastinya harus didukung dan difasilitasi oleh pemerintah. Agar munculnya peran perempuan yang dibutuhkan oleh sains dapat semakin tumbuh dengan baik.