Ikuti Kami

Muslimah Talk

Kenali Sindrom Blame The Woman; Fenomena Perempuan Kerap Dianggap Sebagai Dalang Kejahatan

blame the wman
gettyimages.com

BincangMuslimah.Com – Disadari atau tidak, perempuan kerap dianggap sebagai dalang terjadinya sebuah kejahatan dan peristiwa tidak mengenakkan atau biasa disebut dengan blame the woman. 

Misalnya, marilah mengintip pada kasus kekerasan seksual. Ketimbang menyorot perbuatan kejam dari perilaku, masyarakat kita masih saja mengomentari hal yang tidak semestinya pada korban.

Komentar tidak mengenakkan itu bisa dimulai dari pakaian korban, seperti “pantas saja jadi korban, pakaiannya seperti itu”. Jika pakaian sudah benar-benar tertutup, maka akan ada hal lain yang bakal disalahkan dari korban. 

Contoh lain, “kok malam-malam masih di luar rumah”  atau “salah sendiri jalan sendirian”. Jika semua yang disalahkan pada korban tidak dilakukan, maka pelaku tidak akan terpicu melakukan tindakan kekerasan. 

Pada kasus lain misalnya, seorang laki-laki yang bekerja di sebuah instansi pemerintahan. Ia ditetapkan sebagai pelaku korupsi karena melakukan penyelewengan uang. Maka pasangan atau istri dari pelaku kerap dikait-kaitkan. ‘Berkat’ gaya hidup istrinyalah, suami terdorong melakukan penyalahgunaan uang. 

Atau yang baru-baru ini terjadi, seorang publik figur yang ditangkap oleh pihak kepolisian karena menggunakan obat-obatan terlarang. Beberapa waktu ia telah dibebaskan, namun tidak sama kemudian kembali ditangkap akibat kasus yang sama. 

Banyak yang beranggapan jika publik figur ini memutuskan kembali mengonsumsi obat-obatan terlarang karena merasa stres, sang istri minta cerai. Tidak media sosial, tidak sedikit yang menyalahkan sang istri karena dianggap tidak setia dan meninggalkan sang suami karena kasus narkoba untuk ketiga kalinya. 

Fenomena menyalahkan perempuan dan dianggap sebagai dalang munculnya kejahatan ini disebut sindrom blame the woman atau woman’s blaming. Walau jarang terdengar, sindrom blame the woman sebenarnya teramat dekat dengan masyarakat kita. 

Baca Juga:  Kisah Ummu Mahjan, Masuk Surga Sebab Memungut Sampah di Masjid

Tiga contoh di atas hanyalah sedikit dari beragam blame the woman yang dialami oleh perempuan-perempuan di luar sana. Hampir sebagian besar perempuan pernah disalahkan karena kejadian buruk yang terjadi di kehidupan. Tidak peduli bagaimana status perempuan tersebut. Bahkan saat ia benar-benar membutuhkan pertolongan atau korban dari kejadian buruk itu. 

Tidak perlu peristiwa besar, fenomena ini pun acap kali ditemukan di dalam rumah atau lingkup sosial yang terbilang masih kecil. Seorang anak yang tidak tumbuh dengan baik, maka pihak yang disalahkan adalah ibu. 

Suami yang berselingkuh, bukan pelaku perselingkuhan yang bakal introspeksi diri. Lagi-lagi pasangan yang diselingkuhi bakal disalahkan. Akan ada kata-kata “wajar suaminya selingkuh. Toh ia tidak pandai merawat diri, fisiknya tidak menarik, tidak pandai merias diri” dan sebagainya. 

Alasan Hadirnya Fenomena Blame The Woman 

Beban besar memang telah diemban oleh perempuan sejak lama. Entah sejak kapan pastinya, sejak dahulu sudah ada standar jika perempuan kerap ditampilkan sebagai sosok yang bisa melakukan segalanya. 

Perkara domestik hingga mengasuh dan membesarkan anak adalah tanggung jawab dari perempuan. Semua tugas ini tidak boleh terlewat, meski perempuan tersebut sedang mengalami sakit, kendala pekerjaan atau lainnya. 

Maka jika terjadi satu ‘cacat’ di dalam tugas yang sudah ditetapkan dalam standar tersebut, maka perempuanlah yang bakal disalahkan. Terbengkalai pekerjaan rumah karena ibu sibuk mengasuh anak, akan ada tudingan semua ini karena sang ibu tidak bijak membagi waktu. 

Selain itu, penetapan standar kecantikan perempuan yang diamini oleh sebagian besar masyarakat juga jadi pemantiknya. Standar kecantikan sebenarnya adalah produk lama, bahkan sejak masa kolonialisme. Mereka yang berkulit terang lebih superior dibandingkan pemilik kulit gelap. 

Baca Juga:  5 Perempuan Pertama yang Masuk Islam, Siapa Saja?

Standar ini pun turut dipakai dalam kapitalisasi dalam propaganda barang-barang industri. Lebih spesifiknya produk kecantikan. Kaitannya dengan blame the woman adalah bisa saja, pasangan yang ditinggal selingkuh karena tidak memiliki kecantikan sesuai standar yang telah ditentukan tadi.  

Di sisi lain ada stereotip tentang perempuan menanggung peran besar untuk selalu baik tanpa cacat. Jika ada satu cacat atau kesalahan, maka bakal ‘merusak’ semua hal. Padahal tingkah laku, perbuatan dan aksi yang dilakukan oleh orang dewasa secara sadar, entah itu laki-laki atau perempuan, tentu menjadi tanggung jawab masing-masing. 

Oleh karena itu, fenomena blame the woman tidak lagi relevan dan perlu ditiadakan. Setiap kesalahan yang ada, pelanggaran nilai-nilai sosial, hingga kejahatan yang terjadi ditanggung oleh pribadi terkait. Entah orang tersebut adalah lak-laki atau perempuan.  

Rekomendasi

Rape culture Rape culture

Langgengnya Budaya Rape Culture Sesama Perempuan

kampanye rabbani victim blaming kampanye rabbani victim blaming

Kampanye Merek “Rabbani” yang Victim Blaming

Ditulis oleh

Melayu udik yang berniat jadi abadi. Pernah berkuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, jurusan Jurnalistik (2014), aktif di LPM Institut (2017), dan Reporter Watchdoc (2019). Baca juga karya Aisyah lainnya di Wattpad @Desstre dan Blog pribadi https://tulisanaisyahnursyamsi.blogspot.com

Komentari

Komentari

Terbaru

Kata Nabi Tentang Seseorang yang Senang Membully Temannya

Kajian

Pelaku Pemerkosaan Dibela Ayahnya Pelaku Pemerkosaan Dibela Ayahnya

Sulitnya Menjegal Pelaku Pelecehan Seksual

Diari

Mengapa Menyebarkan Kesadaran Tentang Penyandang Disabilitas itu Penting? Mengapa Menyebarkan Kesadaran Tentang Penyandang Disabilitas itu Penting?

Mengapa Menyebarkan Kesadaran Tentang Penyandang Disabilitas itu Penting?

Khazanah

Kiat Syariat Islam dalam Menghapus Perbudakan Kiat Syariat Islam dalam Menghapus Perbudakan

Kiat Syariat Islam dalam Menghapus Perbudakan

Tak Berkategori

Meutya Hafid, Menkomdigi Perempuan Pertama, dan Kebijakan dalam Penangangan KBGO Meutya Hafid, Menkomdigi Perempuan Pertama, dan Kebijakan dalam Penangangan KBGO

Meutya Hafid, Menkomdigi Perempuan Pertama, dan Kebijakan dalam Penangangan KBGO

Muslimah Talk

Konsep 'Frugal Living' Sebagai Manifestasi Nilai-nilai Al-Quran Konsep 'Frugal Living' Sebagai Manifestasi Nilai-nilai Al-Quran

Konsep ‘Frugal Living’ Sebagai Manifestasi Nilai-nilai Al-Quran

Muslimah Daily

menghilangkan Stigma Negatif Janda menghilangkan Stigma Negatif Janda

Tiga Alasan Kita Wajib Memuliakan Perempuan

Kajian

Hukum Menjual Barang Orang Lain Hukum Menjual Barang Orang Lain

Hukum Menjual Barang Orang Lain

Kajian

Trending

Jangan Insecure, Mari Bersyukur

Muslimah Daily

Kata Nabi Tentang Seseorang yang Senang Membully Temannya

Kajian

anjuran menghadapi istri haid anjuran menghadapi istri haid

Haid Tidak Stabil, Bagaimana Cara Menghitung Masa Suci dan Masa Haid?

Ibadah

Siapa yang Paling Berhak Memasukkan Jenazah Perempuan Ke Kuburnya?

Ibadah

ratu bilqis ratu bilqis

Tafsir Q.S An-Naml Ayat 23: Meneladani Kepemimpinan Ratu Balqis dalam Politik

Kajian

Pentingnya Self Love Bagi Perempuan Muslim

Diari

Bolehkah Akikah Anak Kembar dengan Satu Kambing?

Ibadah

Sya’wanah al-Ubullah: Perempuan yang Gemar Menangis Karena Allah

Muslimah Talk

Connect