BincangMuslimah.Com- Orang tua merupakan sosok yang harus kita patuhi dan taati. Bahkan Rasulullah bersabda bahwa keridhoan Allah berada pada keridhoan orang tua. Sebaliknya, ketika orang tua murka, maka hal tersebut juga menjadi awal dari kemurkaan Allah. Namun timbul pertanyaan ketika seseorang seolah mendapat tuntutan untuk memilih antara keridhoan Allah atau keridhoan orang tua.
Semisal seorang anak sedang melaksanakan shalat untuk mendapatkan keridhoan Allah, akan tetapi di sisi lain orang tuanya memanggil untuk melakukan sesuatu yang akan membuat orang tua tersebut ridho kepada anak. Dalam kondisi demikian, haruskah si anak membatalkan shalatnya demi memenuhi panggilan si orang tua?
Larangan membatalkan ibadah yang sedang berlangsung
Ketika sudah melakukan suatu amal ibadah, maka seseorang tidak boleh menghentikannya. Sebagaimana firman Allah di dalam QS. Muhammad [47]:33:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَأَطِيعُواْ ٱلرَّسُولَ وَلَا تُبۡطِلُوٓاْ أَعۡمَٰلَكُمۡ
“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul serta jangan batalkan amal-amalmu.”
Menurut Ibn Jazi di dalam kitab al-Tashil li ‘Ulum al-Tanzil jilid 2 halaman 284, terdapat 4 makna yang terkandung di dalam larangan untuk membatalkan amal yang disebutkan di dalam ayat di atas.
Pertama, maksudnya orang-orang yang sudah beriman tidak boleh membatalkan amalnya dengan beralih menjadi kafir setelah mereka beriman.
Kedua, yang dimaksud larangan membatalkan amal pada ayat ini mengarah pada larangan membatalkan amal kebaikan dengan melakukan keburukan.
Ketiga, ayat ini mengarah pada larangan untuk membatalkan amal dengan bersikap riya’ dan ujub.
Keempat, ayat ini mengarah pada larangan untuk menghentikan suatu perbuatan sebelum perbuatan tersebut selesai. Makna keempat inilah yang kemudian menjadi landasan bagi para ahli fikih. Bahwa saat seseorang melakukan sesuatu yang berkaitan dengan agama, maka seseorang tersebut tidak boleh menghentinkannya.
Hukum Menghentikan Shalat Saat Orang Tua Memanggil
Jika tidak boleh membatalkan suatu ibadah yang sedang berlangsung, lantas bagaimana jika faktor yang membatalkan shalat tersebut adalah panggilan orangtua? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita bisa merujuk kepada pendapat Syekh Bujairomi dalam kitab Hasyiyah al-Bujairomy ‘ala Syarh al-Minhaj juz 1 halaman 244:
إجابة أحد الوالدين وإن شق عدم إجابته فإنها لا تجب حينئذ، بل تحرم في الفرض، فتبطل الصلاة بها وتجوز في النفل، وتبطل بها الصلاة والإجابة فيه أولى إن شق عليهما عدمها
“Menjawab panggilan orang tua sekalipun dikhawatirkan akan membuat keduanya kecewa tidak wajib untuk dijawab ketika itu (shalat). Bahkan hukumnya haram jika dilakukan ketika shalat fardhu. Sehingga shalat orang tersebut menjadi batal (ketika menjawab panggilan). Sedangkan di dalam shalat sunnah, seseorang boleh menjawab panggilan orang tua dan membatalkan shalatnya. Bahkan menjawab panggilan orang tua ketika shalat sunnah dan membatalkan shalat karena hal tersebut lebih utama jika seseorang khawatir orang tuanya akan kecewa.”
Berdasarkan keterangan tersebut dapat kita ketahui bahwa hukum menghentikan shalat untuk menjawab panggilan orangtua harus merinci berdasarkan jenis shalat yang sedang seseorang lakukan. Jika shalat tersebut adalah shalat fardhu, maka orang tersebut tidak boleh untuk membatalkan shalatnya. Sedangkan jika orang tersebut sedang melakukan ibadah shalat sunnah, maka boleh membatalkan shalatnya bahkan lebih utama jika khawatir akan membuat orang tua kecewa.
Hal ini terjadi karena panggilan orang tua ketika shalat fardhu tidak termasuk kepada hal darurat yang bisa membuat seseorang membatalkan amal ibadahnya. Akan tetapi jika kita sedak melakukan ibadah sunnah, maka panggilan orang tua lebih menjadi prioritas. Karena sebagaimana penjelasan sebelumnya bahwa keridhoan Allah berada pada keridhoan orang tua, dan murka-Nya ada pada kemurkaan orang tua.