BincangMuslimah.Com – Kita sering mendengar kalimat “sakinah mawaddah warahmah”. Tiga kata ajaib dalam setiap ucapan pernikahan bagi pasangan Muslim. Orang-orang berharap pernikahan bisa membentuk keluarga sakinah. Sebab, pernikahan dianggap sebagai gerbang untuk melanjutkan kehidupan selanjutnya, memelihara keluarga kecil yang akan berdampak pada struktur yang lebih besar yakni kehidupan bermasyarakat.
Apabila dilihat dari segi bahasa, sakinah berasal dari kata “sakana” yang berarti tenang, tenteram, dan damai. Secara istilah, sakinah bermakna keluarga yang terbangun atas dasar cinta kasih dan kasih sayang serta rahmah dalam bimbingan Allah Swt. dan tuntunan Rasulullah Saw. Keduanya mengacu pada makna membentuk rumah tangga dengan situasi dan kondisi yang tenang, tenteram dan damai, dalam ajaran agama Islam.
Dalam paparan Relasi Suami dalam Islam (Pusat Studi Wanita (PSW) UIN Jakarta, 2004), Sri Mulyati menuliskan bahwa keluarga sakinah bisa diartikan sebagai keluarga atau rumah tangga dalam artian institusi terkecil masyarakat yang berfungsi sebagai wahana untuk mewujudkan kehidupan yang tentram dan sejahtera, dinaungi cinta dan kasih sayang diantara para anggotanya.
Umumnya, keluarga sakinah diartikan sebagai keluarga yang terbangun atas dasar cinta dan kasih sayang serta rahmat di bawah bimbingan Allah Swt. dan tuntunan Rasulullah Saw., masing-masing anggota keluarga saling menjaga hubungan silaturrahim, sehingga rumah tangga menjadi tenang, tentram dan damai. Ketenangan dan kedamaian tersebut membuat kehidupan bermasyarakat menjadi harmonis.
Ahmadi Sofyan dalam bukunya The Best Husband in Islam (Lintas Pustaka, 2006) menyatakan bahwa ada empat kiat minimal menuju keluarga yang sakinah. Pertama, rumah tangga sebagai pusat ketentraman bathin dan ketenangan jiwa. Kedua, rumah tangga sebagai pusat ilmu. Ketiga, rumah tangga sebagai pusat nasehat. Terakhir, rumah tangga sebagai pusat kemuliaan.
Kriteria tersebut membuka penafsiran bahwa untuk mewujudkan keluarga sakinah, salah satu cara yang bisa ditempuh adalah dengan berusaha menjadikan rumah tangga sebagai pusat ketentraman batin dan ketenangan jiwa yang juga tercantum dalam Q.S. Ar-Rum ayat 21 yang menjelaskan bahwa Allah Swt. menciptakan perempuan sebagai istri yang menjadi sumber ketenangan di rumah dan dasar munculnya kasih dan sayang (mawaddah wa rahmah).
وَمِنْ ءَايَٰتِهِۦٓ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَٰجًا لِّتَسْكُنُوٓا۟ إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَٰتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Wa min āyātihī an khalaqa lakum min anfusikum azwājal litaskunū ilaihā wa ja’ala bainakum mawaddataw wa raḥmah, inna fī żālika la`āyātil liqaumiy yatafakkarụn
Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (Q.S. Ar-Rum: 21)
Salah satu unsur kebahagiaan yang bisa mendatangkan ketenangan dan ketentraman batin dalam keluarga adalah istri yang shalehah dan suami yang shaleh yang beragama dan berakhlak mulia yaitu istri dan suami yang bertakwa kepada Allah Swt., menunaikan hak-hak istri dan suami, menjaga diri saat suami atau istri tidak ada, menjaga harta dan anak-anaknya dan menjaga rahasia-rahasia istri dan suami.
Sebab, ketenangan dan ketentraman batin dalam keluarga tidak hanya datang dari sikap dan perilaku istri yang shalehah. Kedua hal tersebut juga bisa terwujud apabila suami memenuhi kewajiban untuk berlaku baik kepada keluarganya. Selain itu, kerjasama juga sangat dibutuhkan dalam membangun keluarga sakinah. Kerjasama yang baik akan mewujudkan keseimbangan. Berjuang mesti dilaksanakan bersama, bukan hanya salah satu pihak yang berjuang sendirian.[]