BincangMuslimah.Com – Shalat jenazah merupakan fardhu kifayah, yakni bersifat kolektif. Jika ada satu orang saja yang melakukan shalat jenazah, maka kewajiban tersebut gugur bagi yang lain. Sebaliknya, jika tidak ada satu pun orang yang melakukannya, maka semuanya mendapat dosa. Salah satu pembahasan tentang shalat jenazah adalah tentang kebolehan menyalatkan jenazah laki-laki dan perempuan secara bersamaan.
Ibnu Rusyd dalam Bidayatul Mujitahid menjelaakan bahwa para ulama berbeda pendapat tentang urutan posisi jenazah laki-laki dan jenazah perempuan jika keduanya dishalatkan bersamaan. Sebagian besar ulama berpendapat bahwa
Pendapat pertama, yaitu dengan memposisikan jenazah laki-laki berada di hadapan imam dan jenazah perempuan di urutan selanjutnya. Ini merupakan pendapat sebagian besar ulama fikih. Hal ini berdasarkan riwayat Imam Malik dalam al-Muwatha
أن عثمان بن عفان وعبد الله بن عمر وأبا هريرة كانو يصلون على الجنازة بالمدينة الرجال والنساء معا فيجعلون الرجال مما يلى الإمام ويجعلون النساء مما يلى القبلة
Sesungguh Utsman bin Affan, Abdullah bin Umar, Abu Hurairah shalat janazah, lakilaki dan perempuan secara bersamaan. Mereka meletakkan jenazah laki-laki di hadapan imam dan jenazah perempuan di urutan selanjutnya.
Dalam riwayat Daruquthni dan Baihaqi, sahabat Ibnu Umar juga menceritakan bahwa ia juga pernah shalat janazah seperti itu bersama Ibnu Abbas, Abu Hurairah, Sa’id al-Khudri dan Abu Qatadah dan yang menjadi imam Sa’id bin ‘Ash. Seusai shalat, Ibnu Umar bertanya kepada mereka tentang hukum hal itu, dan mereka mengatakan itulah yang sunnah. Menurut al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Nailul Authar bahwa riwayat tersebut shahih.
Pendapat kedua, meletakkan jenazah perempuan tepat di depan imam kemudian di urutan setelahnya jenazah laki-laki. Alasannya karena mendahulukan jenazah laki-laki dengan menempatkannya lebih dekat dengan kiblat.
Pendapat terakhir, lebih baik jenazah keduanya masing-masing dishalati secara terpisah. Para ulama yang berpendapat shalati jenazah laki-laki dan perempuan dilakukan secara terpisah dengan jenazah perempuan karena mereka menempuh cara yang hati-hati agar tidak melanggar larangan. Disebabkan tidak ada hadis yang menjelasakannya maka hukum asalnya bisa mubah dan bisa juga haram. Sehingga mereka lebih memilih untuk menghindarinya.