BincangMuslimah.Com– Amina Wadud, seorang feminis asal Amerika, menganalisis pandangan Al-Quran tentang wanita dengan fokus pada kesetaraan gender. Ia berpendapat bahwa Islam sebenarnya menghargai perempuan. Sebagaimana tercermin dalam ayat-ayat Al-Qur’an yang menempatkan laki-laki dan perempuan dalam posisi yang setara. Namun, dalam kenyataannya, budaya patriarki dan penafsiran Al-Qur’an yang sering didominasi oleh laki-laki menyebabkan adanya penindasan terhadap perempuan.
Amina Wadud mengadopsi pendekatan hermeneutika dalam menafsirkan Al-Qur’an, menekankan bahwa perempuan adalah individu yang setara dengan laki-laki dalam aspek iman dan amal. Dalam pandangannya, kewajiban setiap individu, baik laki-laki maupun perempuan, adalah tanggung jawab pribadi yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah, tanpa memandang jenis kelamin.
Amina Wadud juga mengakui adanya perbedaan antara laki-laki dan perempuan, namun ia menegaskan bahwa keduanya tetap setara dalam menjalankan syariat Islam, dengan peran dan fungsi yang berbeda. Pembeda antara individu adalah tingkat ketaqwaan mereka, yang tercermin dari kepatuhan terhadap perintah Allah dan penghindaran terhadap larangan-Nya.
Tokoh Perempuan Sumber Rujukan Aminah Wadud
Dalam bukunya, Amina Wadud merujuk pada tokoh-tokoh perempuan dalam Al-Qur’an, seperti Ibu Musa dan Maryam, untuk menyoroti peran penting perempuan dalam sejarah Islam.
Pertama, Ibu Musa di kisahkan pada zaman kerajaan yang di pimpin oleh raja Fir’aun, seluruh anak laki – laki laki yang lahir harus di kuburkan secara hidup- hidup. Hal tersebut membuat hati ibu Musa gelisah, dan dengan kekuasaan Nya, Allah menurunkan surah Al Qashash ayat 7, yang artinya:
“ Dan, Kami wahyukan kepada ibu Musa, “Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir akan dia, maka jatuhkan dia ke sungai dan janganlah kamu khawatir maupun bersedih. Sesungguhnya Kami akan mengembalikan kepadamu dan menjadikannya (salah seorang) dari Rasul Kami.”
Kalimat pertama dalam ayat tersebut menunjukkan adanya beberapa patah kata yang lembut terhadap ibu Musa AS. Dalam ayat tersebut Allah berjanji akan mengembalikan anak yang ia susui itu kepadanya. Perhatikan kelembutan yang diperlihatkan Al Qur’an terhadap keinginan Perempuan tersebut untuk mengasuh anaknya. Dengan ikhlas ia memohon agar Musa selamat, dan dengan ke-Agungan Allah SWT. Musa dapat selamat berkat hasrat dari seorang Perempuan yang ingin menjadi seorang ibu.
Perempuan memiliki kesamaan dalam berbagai hak dengan laki- laki, namun sebagai perempuan tentu memiliki kodrat dan berbagai keterbatasan di banding laki-laki. Dari kisah diatas dapat kita analisis bahwa kodrat seorang perempuan adalah mengandung serta merawat buah hati. Mengenai kesetaraan gender, seorang perempuan mendapat kebebasan berkarya atau disebut dengan wanita karir. Perempuan memiliki hak yang sama dalam memperoleh pekerjaan layaknya seorang laki – laki. Tapi sekali lagi, Al Qur’an menegaskan bahwa kodrat perempuan adalah salah satunya sebagai ibu, ibu yang melahirkan dan mampu mendidik putra putrinya.
Konsep Kesetaraan Gender
Kedua, Siti Maryam. Maryam menerima wahyu dari utusan Allah yang memberitahukan bahwa dia akan mengandung seorang anak. Ia terkejut karena belum pernah ada laki-laki yang menyentuhnya. Ketika melahirkan, Maryam merasakan sakit yang sangat berat. Namun Allah menghiburnya dengan berkata, “Janganlah bersedih hati!” dan memintanya untuk makan, minum, dan merasa bahagia. Kisah ini menggambarkan ketaatan dan ketaqwaan Maryam dalam menerima takdir Allah. Serta mengajarkan bahwa yang membedakan individu di hadapan Allah adalah ketaqwaan mereka, bukan jenis kelaminnya.
Amina Wadud berpendapat bahwa perempuan memiliki hak yang setara dengan laki-laki dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam dunia kerja dan berkarya. Meski demikian, ia menegaskan bahwa peran kodrati perempuan sebagai ibu dan pendidik anak harus tetap dihargai.
Amina Wadud berargumen bahwa melihat kesetaraan gender dalam Al-Qur’an seharusnya dari perspektif yang lebih adil. Tanpa adanya diskriminasi yang muncul akibat penafsiran patriarkal. Kritiknya terhadap beberapa konsep kesetaraan gender, seperti kepemimpinan laki-laki dalam keluarga dan pembagian warisan. Hal tersebut menunjukkan pentingnya interpretasi yang lebih inklusif yang mengedepankan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam Islam.
(Sumber: Wadud, Amina. Qur’an and Woman: Rereading the Sacred Text from a Woman’s Perspective. New York: Oxford University Press, 1999 (edisi revisi).
7 Comments