BincangMuslimah.Com – Momentum Isra Mi’raj diperingati pada tanggal 27 Rajab 1445 H yang juga bertepatan dengan 27 Januari 2025. Peringatan Isra mi’raj merupakan hari yang bersejarah dan memiliki makna penting bagi umat Muslim.
Maka bagaimana tafsir dari surah al-Isra yang memuat terkait peristiwa Isra Mi’raj? Berikut penjelasan terkait penafsiran Surah al-Isra Ayat 1 dalam Tafsir Al-Munir karya Syekh Wahbah Az-Zuhaili.
Asbabun Nuzul Surah Al-Isra Ayat 1
Ayat ini turun berkaitan dengan peristiwa ketika Rasulullah menyampaikan kepada kaum Quraisy tentang pengalaman Isra yang beliau alami.
Namun, kaum Quraisy meragukan dan mendustakan kisah tersebut. Untuk menguatkan kebenaran peristiwa itu, Allah menurunkan ayat ini sebagai penegas.
Secara rinci, setelah kembali dari Isra dan Mi’raj, Nabi Muhammad pergi ke Masjid al-Haram dan menceritakan peristiwa luar biasa tersebut kepada kaum Quraisy.
Mereka merasa takjub sekaligus tidak percaya, menganggap hal itu mustahil terjadi. Akibatnya, beberapa orang yang sebelumnya beriman memilih murtad.
Sebagian orang kemudian mendatangi Abu Bakar untuk mengetahui pendapatnya tentang cerita Nabi Muhammad. Abu Bakar dengan tegas berkata, “Jika Nabi Muhammad yang mengatakannya, maka itu benar.”
Orang-orang itu bertanya dengan heran, “Kamu percaya pada apa yang dia katakan?” Abu Bakar menjawab, “Aku bahkan telah mempercayainya dalam hal yang lebih besar dari itu.” Karena keyakinan dan pembenaran ini, Abu Bakar mendapat gelar ash-Shiddiq, yang berarti “yang membenarkan.”
Tafsir Surah Al-Isra Ayat 1
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلاً مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ اٰيٰتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ
Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil haram ke Masjidil aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
(Q.S. [17] Al Isra ayat 1)
Wahbah az-Zuhaili menjelaskan tentang ayat tersebut bahwa Allah yang memperjalankan Nabi Muhammad, pada sebagian malam dari Masjid al-Haram di Makkah menuju Masjid al-Aqsha di Baitul Maqdis. Lalu mengembalikannya ke Makkah pada malam yang sama.
Wahbah az-Zuhaili menegaskan bahwa Allah memiliki kekuasaan yang sempurna dan luar biasa. Dia mampu melakukan hal yang jauh lebih luar biasa dari apa yang dapat manusia bayangkan atau pikirkan.
Karena itu, tidak mengherankan jika Allah memperjalankan hamba-Nya melintasi jarak yang sangat jauh hanya dalam waktu singkat di sebagian malam.
Peristiwa Isra ini adalah bentuk pemuliaan bagi Nabi Muhammad, pengangkatan derajat, dan peninggian kehormatan beliau, sekaligus menjadi mukjizat abadi sepanjang masa.
Berdasarkan ijma’ para mufasir, adapun maksud dengan “hamba-Nya” dalam ayat tersebut adalah Nabi Muhammad.
Kata lailan (malam) berbentuk nakirah untuk menunjukkan betapa singkatnya waktu peristiwa itu terjadi, yakni hanya sebagian malam.
Padahal, jarak antara Makkah dan Syam (termasuk Palestina) biasanya ditempuh dalam waktu empat puluh hari dengan alat transportasi zaman itu.
Menurut Muqatil, peristiwa Isra terjadi setahun sebelum hijrah Nabi ke Madinah, yakni pada tahun 621 M.
Mayoritas umat Islam sepakat bahwa Rasulullah mengalami peristiwa Isra dengan jasad dan ruh beliau sekaligus. Namun, terdapat pendapat lemah yang menyatakan bahwa Isra hanya terjadi pada ruh beliau saja, sebagaimana riwayat dari Hudzaifah, Aisyah, dan Mu’awiyah.
Pendapat yang lebih kuat adalah bahwa Rasulullah di-isra’-kan dengan jasad dan ruh beliau dari Mekah ke Baitul Maqdis.
Dalam ayat Al-Quran, Allah menyebut Masjid al-Aqsha sebagai masjid yang sekelilingnya diberkahi. Keberkahan ini mencakup dua aspek, yaitu keberkahan agama dan keberkahan duniawi.
Keberkahan agama Masjid al-Aqsha terletak pada statusnya sebagai tempat turunnya banyak nabi. Sedangkan keberkahan duniawinya terwujud dalam kelimpahan kebaikan dunia, seperti sungai-sungai, pepohonan, dan buah-buahan yang mendukung pemenuhan kebutuhan hidup dan bahan makanan pokok.
Tujuan Peristiwa Isra Mi’raj
Tujuan dari peristiwa Isra adalah untuk memperlihatkan tanda-tanda kekuasaan Allah serta bukti-bukti agung tentang keberadaan, keesaan, dan kekuasaan-Nya.
Isra dan Mi’raj juga bertujuan untuk memperlihatkan kepada Rasulullah tanda-tanda kebesaran Allah, seperti surga, neraka, alam langit dan Arsy, sehingga bumi tampak kecil daripada kebesaran alam semesta.
Peristiwa ini juga menguatkan hati Rasulullah dalam menghadapi berbagai kesulitan dan perjuangan di jalan Allah.
Selain itu, Allah menunjukkan kepada beliau berbagai keajaiban yang kemudian untuk menyampaikannya kepada umat. Seperti perjalanan Isra yang terjadi dalam waktu singkat, perjalanan ke langit dan ciri-ciri nabi terdahulu.
Peristiwa Isra dari Makkah ke Baitul Maqdis juga mengandung isyarat tentang kesatuan risalah para nabi.
Meskipun mereka memiliki arah kiblat yang berbeda (Ka’bah dan Baitul Maqdis) dan syariat yang bervariasi, tujuan mereka tetap sama, yaitu menyeru manusia untuk mengesakan Allah dan mengabdi kepada-Nya.
Mereka diutus untuk membawa perbaikan bagi individu dan masyarakat, menciptakan kebahagiaan, serta memperbaiki kehidupan berdasarkan kebenaran, keadilan, keteguhan, dan akhlak yang mulia.
Dari Nabi Adam sebagai nabi pertama hingga Nabi Muhammad sebagai nabi penutup, semua membawa misi yang sama yaitu menyeru kepada tauhid dan kebaikan universal.
Referensi:
Az-Zuhaili, Wahbah. Tafsir al-Munir. Jilid 8. Jakarta: Gema Insani, 2016.
3 Comments