BincangMuslimah.Com – Pada hakikatnya menuntut ilmu merupakan sebuah keharusan bagi setiap insan karena kebutuhannya akan suatu informasi baru yang terus berdatangan selama hidup.
Rasulullah sendiri juga pernah bersabda bahwa wajib bagi seorang muslim laki-laki ataupun perempuan untuk mencari ilmu dan dalam riwayat lain memerintahkan menuntut ilmu dari buaian hingga ke liang lahat.
Berkenaan dengan ini, penulis teringat akan suatu nasihat oleh Imam Abdullah bin Alawi al-Haddad kepada penuntut ilmu:
والسؤال مفتاح يتوصل به إلى ما في الصدور من معاني العلوم وأسرار الغيوب
Artinya: Bertanya adalah sebuah kunci yang bisa menyampaikan terhadap apa yang ada di dalam hati dari makna ilmu dan rahasia yang tersimpan.
Imam al-Haddad Telah Mencontohkan
Hal itu beliau telah mencontohkankan ketika menimba ilmu kepada ulama-ulama masyhur di zamannya. Dua dari guru beliau adalah al-Quthb Rabbani Habib Umar al-Attas dan al-Allamah Habib Abdurrahman as-Segaf yang banyak menyumbang dan memempengaruhi pemahaman dan keilmuannya.
Ketinggian pemahaman beliau akan ilmu karena kesungguhan beliau dalam mempelajari dan bertanya terkait pertanyaan yang tidak ia ketahui kepada ahli ilmi. Hal tersebut mengantarkan Imam Abdullah bin ‘Alwi al-Haddad menjadi seorang ulama besar yang bahkan hampir seluruh masyarakat muslim di dunia mengenalnya dan mengambil manfaat dari sumur keilmuan Imam al-Haddad.
Begitupula beliau sudah tidak asing lagi bagi muslim Indonesia khususnya di kalangan pesantren. Selain ratib (rangkaian dzikir) yang beliau susun dan terkenal dengan nama Ratib al-Haddad. Di mana telah banyak umat muslim yang membaca dan mengamalkannya. Ada banyak karyanya yang lain telah masyhur dipelajari dimana-mana. Beberapa di antaranya kitabnya yang masterpiece seperti, Risalatul Muawanah, Nashaih ad-Diniyah, dan Adab Suluk al-Murid.
Bertanya: Kunci dalam Menuntut Ilmu
Imam al-Haddad menekankan bahwa kunci Ilmu adalah bertanya. Ibarat seseorang tidak akan bisa sampai ke dalam rumah dan mengetahui isi rumah tersebut, terkecuali apabila ia membuka kunci pintu rumah tersebut dan kemudian memasukinya. Begitu juga seseorang tidak bisa mengetahui Ilmu yang berada di hatinya para uama’ terkecuali apabila ia membukanya dan masuk kedalamnya, dan cara membukanya adalah dengan bertanya kepada mereka.
Seseorang yang sering bertanya tentang ilmu, maka ia akan lebih banyak mendapatkan ilmu. Dibandingkan dengan orang yang jarang bertanya, atau bahkan tidak mau bertanya sama sekali. Begitu pula seorang ‘alim, akan menyampaikan ilmu yang tersimpan di dalam hatinya ketika ada orang yang menanyakan kepadanya. Sehingga apabila tidak ada orang yang bertanya kepadanya, maka rahasia ilmu dan intisari ilmu tidak akan keluar dari sarangnya, yaitu hatinya para ulama’ yang shaleh.
Di dalam Alquran sendiri ada banyak ayat yang menganjurkan agar bertanya kepada orang orang yang berilmu. Seperti salah satunya yang Imam al-Haddad sebutkan adalah :
فَاسْأَلُوْا أَهْلَ الذِّكْرِ إنْ كُنْتُمْ لاَ تَعْلَمُوْنَ
Artinya, “Bertanyalah kepada orang yang memiliki pengetahuan bila kalian tidak mengetahui,” (QS. Al-Nahl [16]: 43).
Imam al-Haddad berkata :
إعلم : أن السؤال في موضع الحاجة وفي مواطن إشكال، ولطلب المزيد من العلم والإستبصار، مما جرت عليه عادة الأخيار
Ketahuilah, sesungguhnya bertanya dalam keadaan butuh, di waktu isykal atau bingung. Karena tujuan menambah pengetahuan dan pencerahan, adalah kebiasaan orang- orang yang baik.
Bertanya adalah kebiasaan orang-orang yang baik. Demikian itu apabila dilakukan; ketika seseorang membutuhkan suatu jawaban permasalahan dengan bertanya, saat adanya kebingungan yang bisa selesai dengan cara menanyakan. Begitu pula ketika ada tujuan menambah Ilmu pengetahuan dan pencerahan.
Adab Bertanya dalam Menuntut Ilmu
Meskipun sangat menganjurkan untuk bertanya tentang ilmu, seperti pertanyaan yang memberikan manfaat terhadap diri sendiri juga orang lain, bahkan hukumnya wajib bila itu berkaitan dengan ibadah fardhu. Tapi konon tidak memperbolehkan terlalu banyak bertanya juga dalam Islam, terutama yang berkaitan dengan hal-hal yang tidak penting. Karena jawaban dari pertanyaan itu bisa jadi akan menyusahkan diri sendiri dan orang lain.
Di lain sisi juga jika seorang murid yang kebanyakan bertanya akan menggangu mua’llim. Meskipun tentu gurunya mengatakan atau menunjukkan perilaku tidak merasa terbebani namun sebagai seorang yang menimba ilmu darinya harus tahu diri.
Sehingga dalam bertanya tentu ada norma dan etika yaitu sopan santun dalam perilaku dan dalam ucapan. Kedua jenis kesopanan ini dapat meraihnya dengan sifat rendah hati (tawadu’) di hadapan guru. Selain itu memperhatikan keadaan mua’llim di saat bertanya. Seperti tidak bertanya suatu permasalahan ketika guru tersebut sedang pada kondisi sangat marah, sedih, atau bahagia. Maka di waktu sangat capek, jam-jam istirahat, atau family time; pada saat terburu-buru dan keadaan tidak pantas lainnya untuk bertanya. Wallahu a’lam.[]
4 Comments