BincangMuslimah.Com – Benarkah Allah itu ada? Ini adalah lontaran pertanyaan yang mendasar ketika seseorang belajar Islam. Bahkan, anak kecil mempertanyakan di mana keberadaan Allah juga seorang rasionalis mempertanyakan di mana keberadaan Allah.
Pertanyaan semacam ini memang hal yang biasa, pasalnya di agama lain, mereka menunjukkan dengan bentuk materi atau wujud nyata bentuk Tuhan. Dalam agama Nasrani misalnya, mereka memperlihatkan Tuhan dengan wujud manusia yang bernama Yesus Kristus atau agama Budha yang digambarkan dengan Sidharta Gautama. Mereka menggambarkan Tuhan itu dengan sesuatu yang bisa dilihat maupun dipegang. Lalu, bagaimana dengan Allah? Untuk menjawabnya, mari kita simak lebih lanjut salah sifat wajib pada Allah yaitu sifat wujud.
Jika kita tarik ke belakang, segala sesuatu yang ada di dunia saling keterkaitan. Adanya seorang anak yang lahir di dunia ini disebabkan ada alasan ilmiah antara ayah dan ibu, ayah dan ibu juga dihasilkan oleh kakek dan nenek. Artinya, keberadaan anak ini berulang yang disebut tasalsul atau tidak ada ujungnya. Yang mana, tasalsul itu tidak boleh ada di dalam sifat Tuhan. Maka dari itu, Tuhan tidak beranak dan tidak diperanakkan.
Kemudian sifat yang tidak boleh ada pada Tuhan yaitu daur atau berputar-putar dalam permasalahan tersebut. Kita akan menganalogikan seperti ayam dan telur. Mana yang lebih dahulu, apakah ayam yang bertelur atau lebih dahulu telur kemudian ayam? Kita tidak dapat memastikan yang mana lebih dahulu. Karena pada dasarnya Tuhan itu pasti yang pertama dari segalanya.
Dari semua ke-ada-an di dunia ini, dalam kitabnya Syekh Buthi Ramadhan, Al-Kubra Yaqiniyat Kauniyah mengatakan, wujud itu terbagi menjadi dua; wujud sempurna (kamil) dan wujud pecahannya (naqish).
Perlu kita pahami terlebih dahulu, bahwasannya Allah itu wujud sempurna (kamil). Wujud kesempurnaan Allah itu disandarkan pada sifat dzat nya. Sebagaimana pendapat Imam Asy’ari, jika Allah itu memiliki sifat, yang mana sifat itu disandarkan pada dzat Allah itu sendiri. Wujud Allah ini lebih dahulu dari semuanya, yang lebih awal dari segala macam isi bumi dan dunia, bahkan wujud Allah inilah yang menghendaki alam semesta alam ini tercipta.
Karena Allah sebagai pencipta alam semesta, adanya wujud Allah adalah sebuah keharusan, ini yang kita sebut bahwa Allah itu wajibul wujud atau wujud yang harus ada. Jika Allah sebagai wajibul wujud, ada pengistilahan lain yang disebut dengan mumkinnul wujud atau sesuatu yang keberadaannya itu relatif, bisa jadi ada bisa jadi tidak ada, semua itu tergantung pada wajibul wujud, ingin meng-ada-kan maupun tidak. Contoh dari mumkinul wujud adalah segala yang ada di alam semesta ini kecuali Allah, baik manusia dan seisinya.
Keberadaan mumkinul wujud ini tidak ada alasan yang mendasar, maka dari itu sifatnya relatif. Allah bisa saja tidak menciptakan tumbuhan karena tidak menginginkan, atau Allah bisa saja tidak menciptakan manusia dan perumpamaan lainnya. Akan tetapi, keberadaan Allah itu harus ada, karena hanya Allah yang mampu menciptakan alam semesta dan seisinya. Sebagaimana firman Allah dalam QS. al-Ahqaf [46]: 4,
قُلْ أَرَءَيْتُم مَّا تَدْعُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ أَرُونِى مَاذَا خَلَقُوا۟ مِنَ ٱلْأَرْضِ أَمْ لَهُمْ شِرْكٌ فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ ۖ ٱئْتُونِى بِكِتَٰبٍ مِّن قَبْلِ هَٰذَآ أَوْ أَثَٰرَةٍ مِّنْ عِلْمٍ إِن كُنتُمْ صَٰدِقِينَ
Artinya: Katakanlah: “Terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu sembah selain Allah; perlihatkan kepada-Ku apakah yang telah mereka ciptakan dari bumi ini atau adakah mereka berserikat (dengan Allah) dalam (penciptaan) langit? Bawalah kepada-Ku Kitab yang sebelum (Al Quran) ini atau peninggalan dari pengetahuan (orang-orang dahulu), jika kamu adalah orang-orang yang benar”
Ayat tersebut juga sebagai bukti keabsahan sifat wujud pada Allah. Ketika Tuhan lain diciptakan, tentunya hal ini batal. Kemudian, jika ada wujud lain yang menciptakan alam semesta ini, juga batal, karena ada dua pencipta yang mengakibatkan tidak adanya keseimbangan atau keinginan. Maka dari itu, Allah di sini sebagai pencipta alam semesta, tidak bergantung pada semesta. Sebaliknya, semestalah yang bergantung pada Allah. Maka, ini disebut dengan wujud yang absah dari Tuhan.
3 Comments