BincangMuslimah.Com – Idul Fitri di masyarakat Indonesia dijadikan sebagai momentum yang tepat untuk saling berkumpul dengan sanak-saudara, dari yang muda hingga tua, dari yang dekat hingga jauh. Umumya, hal yang unik dari Idul Fitri adalah seseorang yang mampu secara finansial membagikan amplop-amplop yang berisikan sejumlah uang untuk sanak saudara maupun orang lain atau disebut sebagai THR lebaran.
Jika diartikan lebih luas lagi, istilah THR (Tunjangan Hari Raya) merupakan tunjangan non-wajib yang diberikan baik kepada para keluarga maupun pekerja menjelang maupun di hari raya. Jika diberikan kepada para pekerja, THR umumnya diberikan kepada seminggu sebelum lebaran. Berbeda dengan THR pekerja, THR juga diberikan kepada sanak-saudara yang belum menikah, bahkan anak-anak.
Untuk itu, istilah THR sudah tidak asing di kalangan masyarakat Indonesia, karena lekat dengan Idul Fitri. Istilah THR baru bermunculan pada tahun 90-an, tepatnya pada tahun 1994 pemerintah Indonesia mengesahkan THR karyawan dalam undang-undang negara, sebagaimana berdasarkan Peraturan Menaker Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/buruh Di Perusahaan.
Bagi masyarakat Indonesia, THR adalah hal yang sangat lumrah bahkan menjadi hal yang wajib menjelang maupun ketika momentum lebaran. Bentuk THR pun sangat bermacam-macam, tidak hanya uang tunai. Mulai dari perlengkapan ibadah; mukena, sarung, baju koko, dll, voucher belanja, makanan atau bahan makanan dan masih banyak lagi.
Perihal kebiasaan yang terjadi pada masyarakat Indonesia, menimbulkan pertanyaan bagi umat muslim. Apakah THR lebaran adalah bagian dari sunnah Rasulullah atau hanya tradisi umat muslim di Indonesia?
Dalam Alquran dan hadis, tidak ada dalil yang menjelaskan secara jelas THR bagi umat muslim. Para sahabat tidak pernah menceritakan akan THR ala Rasulullah, bahkan istilah THR tidak ada di zaman Rasulullah.
Secara singkatnya, THR merupakan tradisi bagi masyarakat Indonesia. Momentum Idul Fitri merupakan momen di mana seluruh umat muslim untuk mendapatkan kembali fitrahnya yang suci. Perihal tersebut, umat muslim mengekspresikan rasa bersyukur dengan berbagai hal.
Secara historis, sejarah THR bentuk dari perpaduan budaya Indonesia dan Kolonial Belanda. Sejarah Kolonial Belanda selama satu setengah abad cukup untuk menjadikan Indonesia dan Belanda dalam satu tubuh. Dengan durasi kedudukan Belanda yang tidak sebentar, menimbulkan adanya pengadopsian budaya Belanda terhadap masyarakat Indonesia, salah satunya adalah cara Belanda memperingati hari besar.
Tak jauh beda dengan Belanda, ketika perayaan hari besar idul fitri disambit sangat meriah kalangan umat muslim Indonesia, para Kolonial menyebutnya sebagai Tahun Baru Pribumi. Karena tradisi THR belum diketahui secara pasti dan tepatnya muncul, bukan berarti THR dilarang dalam agama Islam.
Islam memandang THR sebagaimana hibah. Hibah merupakan pemberian sesuatu kepada orang yang dikehendaki secara sukarela. Hukum hibah adalah boleh atau mubah. Sebagaimana dalam firman-Nya di surah Al-Imran ayat 133-134,
وَسَارِعُوٓا۟ إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ adوَجَنَّةٍ عَرْضُهَا ٱلسَّمَٰوَٰتُ وَٱلْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ. ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ فِى ٱلسَّرَّآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَٱلْكَٰظِمِينَ ٱلْغَيْظَ وَٱلْعَافِينَ عَنِ ٱلنَّاسِ ۗ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلْمُحْسِنِينَ
Artinya: Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.
Sebagai pemungkas, THR lebaran meskipun bukan bagian sunnah Rasul melainkan tradisi, tapi hakikat dari THR adalah hibah atau memberi kepada seseorang secara sukarela. Maka, tidak ada larangan dalam Islam ketika seorang muslim saling memberi THR.
2 Comments