BincangMuslimah.Com – Al-Barudi memiliki nama lengkap Mahmud Sami Pasha bin Hasan Husni Bek Al-Barudi, lahir di kawasan Bakhirah yakni di desa Itay al-Barud, Kairo pada tahun 1838 M/ 1255 H. Al-Barudi memiliki garis keturunan Mongolia. Ia memiliki ayah bernama Hasan Husni Bek Al-Barudi, merupakan gubernur Barbar dan Danqalah di bawah pemerintahan al-Maghfur lahu Muhammad Ali (Pasha). Ayahnya wafat saat al-Barudi Berumur 7 tahun, oleh karena itu sejak kecil ia dibesarkan dan diurus pendidikannya oleh keluarga Zarkasyi yang merupakan sanak famili.
Memasuki usia 12 tahun, al-Barudi tertarik untuk melanjutkan pendidikan di sekolah kemiliteran dengan konsentrasi seni militer, lalu mendapat ijazah saat ia berusia 16 tahun. Sayangnya ia tidak bisa melanjutkan sekolah karena Mesir di bawah pimpinan Abbas I yang hampir meredupkan kejayaan negaranya dengan bekal dari pendidikan di kemiliteran, ia dikenal sebagai prajurit yang militan, penuh disiplin dan berpikir tajam.sehingga menjadikannya hanya perlu dengan waktu relatif singkat telah memperoleh pengetahuan yang mumpuni, menguasai banyak teori, serta strategi komprehensif di bidang kemiliteran. Prestasi tersebut yang menjadikan Al-Barudi pernah menjabat sebagai menteri pertahanan dan menteri perwakafan. Selain itu, ia diangkat sebagai panglima Les Gardes, serta mendapat kesempatan menjadi salah satu utusan ke Perancis bersama beberapa panglima pasukan Militer Mesir.
Namun saat bangsa Arab melakukan pemberontakan Niran yang dipimpin al-Barudi, ia ditangkap dan dibuang ke daerah Sarandib (Sailan). Al-Barudi diasingkan selama 17 tahun, dalam masa-masa ini ia banyak merefleksikan diri dan merenungkan kehidupannya yang kelak menjadi ide-ide dalam syairnya. Selanjutnya, sebelum dibebaskan, ia pernah terserang penyakit mata yang menyebabkan kedua matanya buta. Tetapi akhirnya sembuh dan dinyatakan bebas untuk dikembalikan ke Mesir.
Mahmud Sami al-Barudi sudah tertarik dengan dunia kesusastraan sejak kecil. Ia banyak membaca dan menelaah buku puisi-puisi klasik dengan tema-tema peperangan, patriotisme, dan kepahlawanan di waktu luangnya. Dalam dunia sastra, karya-karya al-Barudi banyak dipengaruhi dan terinspirasi dari penyair-penyair terdahulu yang menjadi panutannya seperti Umrul Qais dan Ibnu Mu’taz.
Bakat dan kepiawaian al-Barudi dalam ilmu sastra Arab menjadikannya menjadi salah satu tokoh penting dan berkontribusi dalam perkembangan sastra Arab. Ia merupakan salah satu pelopor aliran neo-klasik yang menghidupkan kembali keindahan puisi zaman dulu yang sempat mati suri. Al-Barudi berhasil mengubah bahasa puisi yang semula seolah lemah menjadi lebih kuat, serta memasukkan unsur-unsur baru dalam puisi Arab yang pernah terlupakan seperti subjektivitas dalam berpuisi.
Dalam penelitian Ahmad Nuruddin yang berjudul “Analisis Keindahan Syair Modern Karya Mahmud Sami Al-Barudi” menyebutkan karakteristik puisi al-Barudi memiliki corak sebagai berikut; menceritakan pengalaman hidup, menggunakan lafadz yang mudah dipahami dan jelas, tema-temanya terdiri dari tema pujian (madah), nasihat (hikam), dan berbangga-bangga (fakhr), sangat detail dan cermat dalam memperhatikan keindahan bahasanya, ide pokok banyak terinspirasi dari puisi klasik, serta memiliki keunggulan dalam beberapa tema.
Saat dalam pengasingan, ia berusaha memahami kehidupan dan melakukan muhasabah diri. Sehingga kita bisa menemukan pesan dan nilai zuhud dalam puisi al-Barudi sebagai pengingat bahwa kehidupan dunia hanya sementara. Maksud zuhud sendiri adalah mengalihkan perhatian diri jauh dari dunia serta hanya berorientasi hanya kepada Allah saja. Adapun puisi-puisi zuhud yang ditulisnya seperti yang berada pada qafiyah (rima) lam berikut:
أَيُّهَا الْمَغْرُوْرُ مَهْلَا
|
لَسْتَ لِلتَّكْرِيْمِ أهْلَا
|
|
Wahai orang-orang yang perlahan terperdaya | Kamu bukanlah orang yang berhak mendapat kemuliaan | |
كَيْفَ صَادَفْتَ الأَمَانِي
|
هَلْ رَأَيْتَ الصَّعْبَ سَهْلَا؟
|
|
Bagaimana kamu mendapat harapan-harapan | Tidakkah Kamu melihat sesuatu kesulitan itu mudah? | |
خِلْتَهَا مَاءً نَمِيْرًا
|
فَاشْرَبَنْ عَلَّا وَنَهْلَا
|
|
Kamu menganggap harapan itu bak air yang jernih | Maka minumlah terus menerus tanpa terputus | |
أَيْنَ أَهْلُ الدَّرِ فَانْظُرْ
|
هَلْ تَرَى بِالدَّرِ أَهْلَا؟
|
|
Maka lihatlah dimana keberadaan penghuni rumah (dunia) | Apakah kamu melihat orang yang pantas menghuni rumah tersebut? | |
رُبَّ حُسْنٍ فِي ثِيَابٍ
|
عَادَ غِسْلِيْناً وَمُهْلَا؟
|
|
Berapa banyak keindahan dalam berpakaian | Lalu kembali dalam keadaan buruk dan terhina | |
وَعُيُونٍ كُنْ سُودَاً |
صِرْنَ عِنْدَ الْمَوْتِ شُهْلَا
|
|
Dan mata berubah menghitam | Tatkala menjelang kematian berubah menjadi kebiru-biruan | |
سَوْفَ يَلْقَى كُلُّ بَاغٍ
|
فِي الْوَرَى خِزْيَاً وَبَهْلَا
|
|
Kelak semua orang yang melampaui batas | Terhadap mahkluk menjadi hina dan terkutuk | |
إِنَّمَا الدُّنْيَا غُرُورٌ
|
لَمْ تَدَعْ طِفْلًا وَكَهْلَا
|
|
Bahwasanya dunia hanyalah tipu daya | Baik anak kecil atau tua tidak terlepas dari tipu daya | |
كَمْ حَكِيْمٍ ضَلَّ فِيْهَا
|
فَاكْتَسَى بِالْعِلْمِ جَهْلَا
|
|
Berapa banyak orang yang bijaksana tersesat di dalamnya | Maka sebab ilmu tertutuplah kebodohan |
Dari puisi di atas, al-Barudi berpesan hendaklah manusia jangan terperdaya banyaknya harapan-harapan kehidupan dunia. Karena pada hakikatnya dunia hanyalah rumah singgah sementara. Dunia merupakan tempat tipu muslihat, tidak memandang usia baik muda, tua, anak-anak, orang dewasa, semua tidak akan terlepas dari tipu daya. Ia pula mengingatkan bahwa tidak sedikit manusia yang menjalani kehidupan dunia dengan kemewahan, pada akhirnya mati dalam keadaan terhina. Demikianlah beberapa pesan zuhud dari puisi al-Barudi.