BincangMuslimah.Com – Bulan Februari identik dengan bulan kasih sayang. Seluruh dunia memperingati tanggal 14 Februari sebagai valentine day. Dikutip dari situs The Guardian, sebenarnya terdapat sejarah kelam yang terjadi dibalik tanggal 14 Februari ini. Ada 3 santo atau orang suci dalam yang diakui oleh gereja katolik, dan mereka tewas secara mengenaskan di tanggal 14 Februari lantaran cintanya tak tersampaikan pada sang kekasih. Sehingga sampai hari ini 14 Februari disebut sebagai hari kasih sayang.
Atas sejarah tersebut, timbulah slogan “merayakan valentine bukanlah budaya Indonesia”. Slogan ini muncul setelah beberapa kasus di berbagai kota saat hari kasih sayang anak muda merayakannya dengan melakukan pesta seks. Sontak tren anak muda seperti itu membuat para tokoh agama buka suara. Beberapa Ustadz membuat acara yang bertajuk “Muslim No Valentine”, “Valentine adalah hari zina internasional” dan sebagainya. Pelarangan keras atas hari valentine makin gencar dilakukan di era teknologi canggih saat ini. Banyak video, gambar dan kata-kata yang menggambarkan jika valentine adalah perihal seks bebas.
Sungguh sangat disayangkan hari kasih sayang menjadi berganti dan hilang makna karena slogan-slogan yang berbau agama tersebut. Padahal jika kita bisa mengkampanyekan bahwa hari kasih sayang bukan saja ditujukan kepada pasangan, tetapi justru kepada orang tua, kakak, adik, atau sahabat. Makna kasih sayang seharusnya bisa tetap bisa tersampaikan lewat berbagai bentuk, tidak hanya melulu tentang seks.
Para tokoh agama tersebut hanya melakukan pelarangan akan seks, yang kaitannya dengan agama tanpa diimbangi dengan penjelasanbahaya seks bebas itu sendiri. Masyarakat dibiarkan takut akan bagaimana siksaan nanti di akhirat jika melakukan hal tersebut. Pengajian-pengajian yang dibuat sebenarnya bagus sebagai pengalihan pun pencegahan perilaku negatif anak muda. Tetapi alangkah lebih baik dan imbang jika turut dijelaskan perihal pendidikan seks.
Berkaca pada film Dua Garis Biru garapan Gina S Noor, pembicaraan perihal seks masih dianggap hal yang tabu. Padahal hal tersebut amatlah penting bagi anak muda yang memang buta akan hal tersebut. Film tersebut memperlihatkan bahwa remaja di Indonesia masih tidak tahu bagaimana safety sex. Pendidikan seks sejatinya tidak hanya belajar tentang anatomi tubuh. Lebih dari itu bagaimana caranya menyikapinya juga seharusnya sudah diajarkan sejak di bangku sekolah. Sayangnya, pemerintah masih belum memasukan hal tersebut ke dalam kurikulum pendidikan.
Peran orang tua juga sangat penting terhadap tumbuh kembang remaja terlebih saat virus merah jambu menyerang. Orang tua seharusnya sudah terbuka dengan pendidikan seks untuk anaknya, tidak diam saja dan menyalahkan sang anak jika sudah terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Jika label tabu pada seks ini dihilangkan, tentu anak muda tidak akan mencari tahu secara liar atas kebutuhannya tersebut yang dapat menjerumuskannya melakukan hal-hal yang bersifat negatif.