BincangMuslimah.Com – Hukuman merupakan alat pendidikan represif yang bertujuan menyadarkan anak agar melakukan hal-hal yang baik dan sesuai dengan tata aturan yang berlaku. Memberi hukuman pada anak ditempuh pada tahap terakhir setelah memberikan pemberitahuan, teguran, dan peringatan.
Drs. Moch. Ishom Achmadi di dalam bukunya Kaifa Nurabbi Abnaa’ana menjelaskan bahwa terdapat tujuh metode yang diajarkan Rasulullah saw. dalam memberi hukuman pada anak. Metode-metode tersebut adalah sebagai berikut:
1. Menunjukkan kesalahan dengan pengarahan
Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Umar bin Abi Salamah r.a. ia berkata, “Ketika aku kecil, berada dalam asuhan Rasulullah saw. Pada suatu hari ketika tanganku bergerak ke sana kemari di atas piring berisi makanan, berkatalah Rasulullah saw. “Wahai anak, sebutlah nama Allah. Makanlah dengan tangan kananmu. Dan makanlah apa yang ada denganmu.”
Pada hadis tersebut, Rasulullah saw. memberi petunjuk kepada Umar bin Abi Salamah atas kesalahannya dengan nasehat yang baik, pengarahan yang membekas, ringan, dan jelas.
2. Menunjukkan kesalahan dengan keramah tamahan
Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Sahal bin Sa’ad r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. diberi minuman, dan beliau minum sebagian. Di sebelah kanannya duduk seorang anak, dan di sebelah kirinya beberapa orang tua. Rasulullah saw. saw. berkata kepada anak itu.
“Apakah engkau mengizinkanku untuk memberi kepada mereka?” (ini adalah ramah tamah dan metode pengarahan). Maka anak itu menjawab, “Tidak, demi Allah, bagianku yang diberikan oleh engkau, tidak akan saya berikan kepada siapa pun.” Maka Rasulullah saw. meletakkan minuman di tangan anak itu, anak itu adalah Abdullah bin Abbas.
3. Menunjukkan kesalahan dengan memberi isyarat
Al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. “Al-Fadhal pernah mengikuti Rasulullah saw. Pada suatu hari datanglah seorang wanita dari Khuts’um yang membuat Al-Fadhal memandangnya, dan wanita itu pun memandangnya. Maka, Rasulullah saw. memalingkan muka Al-Fadhal ke arah lain.
Wanita itu berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kewajiban yang diturunkan Allah kepada hamba-hambanya dalam ibadah haji sampai kepada ayahku, ketika ia telah tua renta, yang tidak mampu lagi menunggang tunggangan (unta). Apakah boleh aku berhaji untuknya?” Rasulullah saw. berkata, “Ya”. Dan itu adalah dalam haji wada’.
Pada hadis tersebut, Rasulullah saw. memalingkan wajah Al-Fadhal ke arah lain untuk tidak melihat wanita yang bukan mahramnya. Pelajaran ini meninggalkan bekas pada diri Al-Fadhal.
4. Menunjukkan kesalahan dengan kecaman
Al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Dzar r.a. ia berkata, “Saya mencaci seorang laki-laki dengan menjelekkan ibunya (yaitu dengan berkata), “Hai anak wanita hitam.”
Mendengar itu Rasulullah saw. berkata, “Wahai Abu Dzar, kamu telah mencacinya dengan menjelekkan ibunya. Sesungguhnya kamu orang yang masih berperilaku jahiliyyah. Saudara-saudaramu adalah hamba sahayamu yang Allah jadikan mereka di bawah tanganmu. Barang siapa yang saudaranya berada di bawah tangannya, maka hendaknya ia memberinya pakaian dari apa yang ia pakai, janganlah mereka serahi pekerjaan yang sekiranya tidak mampu mereka kerjakan, dan jika diserahkan, pekerjaan itu, maka bantulah mereka.”
Rasulullah saw. pada hadis tersebut telah memperbaiki kesalahan Abu Dzar dengan kecaman ketika mencaci seseorang dengan menyebut kejelekan ibunya.
5. Menunjukkan kesalahan dengan memutuskan hubungan (meninggalkannya)
Al-Bukhari meriwayatkan dari Ka’ab bin Malik ketika tidak ikut Rasulullah saw. dalam peperangan Tabuk, berkata,
نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُسْلِمِينَ عَنْ كَلَامِنَا وَذَكَرَ خَمْسِينَ لَيْلَةً
Rasulullah saw. melarang umat muslim untuk tidak berbicara kepada kami selama lima puluh malam, hingga turun ayat tentang taubat mereka dalam Al-Qur’an.”
Rasulullah saw. dan para sahabatnya memberi hukuman dengan meninggalkan dan memutuskan hubungan dengan kaum muslim yang melanggar aturan dalam upaya memperbaiki kesalahan, meluruskan yang bengkok, sehingga yang menyimpang kembali kepada jalan benar.
6. Menunjukkan kesalahan dengan pukulan yang tidak membahayakan
Abu Daud dan Al-Hakim meriwayatkan dari Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya bahwa Rasulullah saw. bersabda,
مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ.
“Suruhlah anak-anak kalian mengerjakan shalat sejak mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka jika melalaikannya, ketika mereka berusia sepuluh tahun, dan pisahkan mereka dari tempat tidurnya.”
Pada hadis tersebut dapat dipahami bahwa seorang anak tidak mungkin akan mendapat pukulan bila ia telah diajari orang tuanya tata cara shalat sejak usia dini. Artinya ketika usia 10 tahun, anak itu sudah hafal dan paham tata cara shalat dengan benar dan tidak perlu disuruh-suruh lagi untuk melakukannya.
Dan pada hadis lain disebutkan bahwa pukulan tersebut tidak boleh di area wajah. Pukulan itu tidak boleh dilakukan sebelum usia 10 tahun, pukulannya tidak terlalu keras, dan tidak dilakukan saat dalam keadaan marah.
7. Menunjukkan kesalahan dengan memberikan hukuman yang menjerakan
Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa Ka’ab bin Malik ketika tidak ikut dalam peperangan Tabuk tanpa ada udzur, Rasulullah saw. memerintahkan untuk memutuskan hubungan dengannya selama lima puluh hari. Dan selama waktu itu, benar-benar tak seorang pun yang berbicara dengannya, tak seorang pun menemani dan berucap salam. sehingga ia merasakan bumi yang luas ini menjadi sempit.
Setelah Rasulullah saw. mengumumkan bahwa Allah memberi taubat kepadanya, Ka’ab berkata, “Saya bertolak menuju Rasulullah saw. berduyun-duyun orang-orang menemuiku, seraya mengucapkan selamat atas diberinya taubat kepadaku. Dan mereka berkata kepadaku, “Selamatlah atas pemberian Allah taubat kepadamu.”
Hingga aku masuk masjid dan kudapatkan Rasulullah saw. tengah duduk dikelilingi para sahabat. Maka berdirilah Thalhah bin ‘Ubaid r.a. memburukan, menyalami, dan mengucapkan selamat kepadaku.” Ka’ab berkata, “Ketika aku menyalami Rasulullah saw. beliau berkata dengan muka berseri-seri penuh kegembiraan, “bergembiralah kamu setelah melewati hari-hari pahit sejak kamu dilahirkan ibumu.”
Maka aku menjawab, “Apakah ini dari engkau, wahai Rasulullah saw. atau dari Allah?” Beliau berkata, “Tidak, tetapi ini adalah dari Allah azza wa jalla. Dan Rasulullah saw. ketika mukanya bersinar berseri-seri, seperti belahan bulan purnama, dan kami mengetahui padanya…”
Demikianlah tujuh di antara metode Rasulullah saw. dalam memberi hukuman pada anak yang diajarkan kepada para sahabat-sahabatnya di masa lampau. Hal tersebut dapat digunakan oleh para orang tua dan pendidik untuk memperbaiki penyimpangan anak, mendidik dan meluruskan kebengkokan akhlaknya, membentuk moral dan spritual mereka. Wa Allahu a’lam bis shawab.