BincangMuslimah.Com- Saat masa kehamilan, terutama pada trimester pertama dan kedua, seorang perempuan pada umumnya akan merasakan ngidam. Ngidam identik dengan keadaan perempuan hamil yang menginginkan sesuatu terhadap hal-hal wajar bahkan hal-hal yang terkadang sulit untuk dicapai.
Ketika menginginkan sesuatu tetapi tidak dapat terwujud, sebagian masyarakat mempercayai bahwa si anak dalam kandungan akan ngiler. Mereka percaya karena ngidam tersebut adalah bawaan dari si janin. Lantas apakah benar ngidam saat hamil harus selalu terpenuhi? Dan bagaimana ajaran Islam dalam menghadapi perempuan yang ngidam?
Mitos Anak Ngiler Saat Tidak Memenuhi Ngidam
Menurut ilmu kesehatan, ngidam muncul karena faktor psikologis si ibu. Karena pada saat hamil, suasana hati seorang perempuan akan dengan mudah berubah. Hal ini sebagai akibat dari pengaruh hormon-hormon tertentu sebagaimana ketika perempuan sedang haid. Hormon tersebut membuat seorang perempuan saat hamil akan menginginkan sesuatu dan bisa jadi akan sangat kecewa ketika keinginan tersebut tidak terpenuhi. Bahkan sebagian masyarakat mempercayai bahwa ketika keinginan tersebut tidak terpenuhi maka akan berdampak kepada janin, seperti akan sering ngiler ketika sudah lahir.
Keinginan perempuan saat ngidam memang selayaknya untuk memenuhinya sebagai bentuk perhatian dan kasih sayang kepada ibu dan anak. Akan tetapi anggapan bahwa anak akan ngiler ketika keinginan ibu tidak terpenuhi ini hanya mitos belaka. Karena realitanya tidak semua bentuk ngidam dapat terpenuhi, terutama dalam hal makanan. Karena seorang suami harus memperhatikan nutrisi makanan yang si ibu konsumsi untuk menjaga kesehatan ibu dan bayinya.
Sikap kepada Istri yang Ngidam Menurut Islam
Islam sebagai agama yang kompleks juga tidak terlepas dari pandangan terhadap sikap yang seharusnya suami lakukan saat berhadapan dengan istri yang sedang ngidam. Hal ini sebagaimana penjelasan Syekh al-Bujairomi di dalam kitab Hasyiyah al-Bujairomy ‘ala al-Khotib juz 4 halaman 89:
يَنْبَغِي أَنْ يَجِبَ مَا تَطْلُبُهُ الْمَرْأَةُ عِنْدَ مَا يُسَمَّى بِالْوَحَمِ مِنْ نَحْوِ مَا يُسَمَّى بِالْمُلُوحَةِ إذَا اُعْتِيدَ ذَلِكَ. وَأَنَّهُ حَيْثُ وَجَبَتْ الْفَاكِهَةُ وَالْقَهْوَةُ وَنَحْوُ مَا يُطْلَبُ عِنْدَ الْوَحَمِ، يَكُونُ عَلَى وَجْهِ التَّمْلِيكِ فَلَوْ فَوَّتَهُ اسْتَقَرَّ لَهَا وَلَهَا الْمُطَالَبَةُ بِهِ وَلَوْ اعْتَادَتْ نَحْوَ الْأَفْيُونِ بِحَيْثُ تَخْشَى بِتَرْكِهِ مَحْذُورًا مِنْ تَلَفِ نَفْسٍ وَنَحْوِهِ لَمْ يَلْزَمْ الزَّوْجَ لِأَنَّ هَذَا مِنْ بَابِ التَّدَاوِي
“Seorang suami seharusnya memenuhi keinginan istri yang disebut sebagai ‘ngidam’ seperti meminta makanan yang asin ketika sudah menjadi kebiasan. Dan sekiranya yang dipinta ketika ngidam seperti buah-buahan, kopi dan sebagainya sudah diwajibkan, maka hal tersebut menjadi hak si perempuan. Sehingga ketika suami tidak memenuhinya, maka hak tersebut tetap menjadi hak perempuan dan ia boleh menuntut hak tersebut. Sedangkan jika si perempuan terbiasa mengonsumsi opium (zat adiktif) yang sekiranya akan membahayakan nyawanya ketika ditinggalkan atau akibat lainnya, maka suami tidak wajib memenuhi keinginan tersebut, karena hal ini (konsumsi opium) termasuk ke dalam pengobatan.”
Berdasarkan keterangan tersebut terdapat 2 garis besar yang bisa menjadi pertimbangan dalam menyikapi perempuan yang sedang ngidam.
Pertama, ketika menginginkan sesuatu yang wajar dan baik untuk kesehatan ibu hamil, maka suami harus memenuhi keinginan tersebut. Bahkan istri boleh menagih apa yang dia inginkan kepada suami jika si suami belum memenuhinya.
Kedua, ketika menginginkan sesuatu yang dapat membahayakan ibu dan bayinya seperti ingin mengonsumsi opium ataupun hal yang tidak wajar lainnya, maka suami tidak wajib untuk memenuhi keinginan tersebut. Karena menjaga keselamatan ibu dan anak lebih prioritas daripada memenuhi keingianan si ibu.
Dengan demikian, baik menurut Islam maupun adat, memenuhi keinginan ibu hamil memang menjadi keharusan selama sesuatu yang istri inginkan merupakan sesuatu yang baik dan wajar. Sebaliknya jika yang istri memintas sesuatu yang membahayakan atau tidak wajar maka suami tidak harus memenuhinya.
8 Comments