BincangMuslimah.Com- Dalam pandangan keagamaan banyak kita jumpai pendapat bahwa sosok perempuan tidak pantas untuk mengisi panggung kepemimpinan. Tentu, mereka yang berpandangan demikian memiliki landasan atau dasar atas pendapatnya.
Landasan mereka adalah sebuah hadis Nabi yang berbunyi:
لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَوْا أَمْرَهُمْ إِمْرَأَةً
Artinya: “Tidak akan sukses sebuah kaum (bangsa) yang menyerahkan kepemimpinannya kepada perempuan.”
Selain itu, sosok perempuan dianggap sebagai sosok yang rendah akalnya, daripada sosok laki-laki. Artinya, akal perempuan berada di bawah akalnya laki-laki. Mereka yang berpandangan demikian mendasarkan pada hadis Nabi yang berbunyi:
مَا رَأَيْتُ مِنْ نَاقِصَاتِ عَقْلٍ وَدِيْنٍ أَذْهَبَ لِلُبِّ الرَّجُلِ الْحَازِمِ مِنْ إِحْدَاكُنَّ
Artinya: “Aku tidak melihat perempuan-perempuan (yang dianggap) kurang akal dan kurang agama, yang sanggup mengalahkan akal seorang laki-laki tangguh dan kukuh pendiriannya.”
Hingga saat ini pandangan-pandangan seperti itu masih tersebar luas di kalangan masyarakat. Dengan demikian, tulisan ini akan menyajikan pandangan Ibnu Rusyd tentang sosok perempuan.
Biografi Singkat Ibnu Rusyd
Dalam sejarah Islam ada salah satu sosok yang juga rasionalis seperti Imam Al-Ghazali, yaitu Ibnu Rusyd (1126-1198). Beliau lahir di Kordoba dari keluarga yang terpandang. Kakeknya sendiri menjabat sebagai Al-Qadhi Al-Qudhat (hakim kepala). Keluarga beliau merupakan tokoh masyarakat di Kordoba. Ibnu Rusyd merupakan sosok yang mendukung filsafatnya Aristoteles.
Selain membidangi dalam ilmu agama, hukum, dan filsafat, beliau juga membidangi ilmu kedokteran. Guru beliau dalam bidang kedokteran adalah Abu Jafar Jarim at-Tajail. Beliau pernah menjabat sebagai dokter di istana khalifah. Sebagai dokter beliau banyak menulis buku, salah satu buku perihal kedokteran yang paling populer adalah berjudul al-Kulliyah fit-Thibb.
Ibnu Rusyd wafat pada 11 Desember 1198. Awalnya, jenazahnya dikuburkan di Maroko, kemudian dipindah ke Kordoba.
Pandangan Ibnu Rusyd Tentang Perempuan
Mengenai sosok perempuan, pandangan Ibnu Rusyd terdapat dalam kitab Talkhish al-Siyasah li Aflathan, halaman 125, bahwa:
طالما أن بعض النساء ينشأن وهن على جانب كبير من الفتنة والعقل فإنه غير محال أن نجد بينهن حكيمات وحاكمات وما شبه ذلك. وإن كان هناك من يعتقد أن هذا النوع من النساء نادر الحصول لا سيما وأن بعض الشرائع ترفض أن تقر للنساء بالإمامة أي الإمامة العظمى, بينما نجد شرائع أخرى على خلاف ذلك ما دام وجود مثل هؤلاء النسوة بينهم أمرا ليس بمحال.
Artinya: “Sepanjang para perempuan tumbuh dan besar dengan kecerdasan dan kapasitas intelelektual yang cukup, maka tidaklah mustahil kita akan menemukan diantara mereka para filsuf dan para pemimpin publik dan semacamnya. Memang ada orang yang berpendapat bahwa perempuan seperti itu jarang ada, apalagi ada hukum-hukum agama yang tidak mengakui kepemimpinan politik perempuan, meski sebenarnya ada juga hukum agama yang membolehkannya. Akan tetapi, sepanjang perempuan-perempuan tersebut ada, maka itu berarti kepemipinan perempuan bukanlah hal yang mustahil.”
Dari pendapat Ibnu Rusyd di atas dapat kita simpulkan bahwa selama perempuan memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki, maka para perempuan pasti meyamainya. Pandangan beliau ini telah terbukti pada zaman sekarang. Betapa banyak perempuan-perempuan di zaman sekarang yang intelektualnya lebih tinggi daripada laki-laki. Betapa banyak perempuan yang lebih kompeten untuk menjadi pemimpin daripada laki-laki. Oleh karena itu, budaya patiarki harus segera hilang seutuhnya.
Demikian penjelasan tentang pandangan Ibnu Rusyd tentang sosok perempuan. Semoga bermanfaat. Wallahu A’lam.