BincangMuslimah.Com – Tren menindik hidung bukanlah hal baru di kalangan masyarakat. Faktanya, tindik hidung sudah dipraktikkan sejak zaman kuno dan biasanya dikaitkan dengan adat, tradisi, atau ritual keagamaan pada budaya tertentu. Lalu bagaimana hukum tindik hidung bagi perempuan dalam Islam?
Tindik sebagai Simbol Keberanian
Tindik hidung sudah menjadi adat dan tradisi di sebagian negara. Misalnya saja di negara India dan Pakistan. Hampir semua perempuannya menindik hidung dan telinga mereka dan menghiasinya dengan emas.
Beda halnya bagi anak punk, memasang tindik atau piercing bukan hanya sekedar gaya. Memasang tindik dianggap sebagai tanda kepemilikan penuh pada tubuhnya sendiri, simbol berani menahan rasa sakit, dan tidak takut bahaya.
Hukum Tindik Hidung bagi Perempuan
Ada dua pandangan ulama mengenai hukum tindik hidung bagi perempuan. Ada ulama yang membolehkan dan ada juga yang melarang.
Ulama yang Membolehkan
Tindik hidung diperbolehkan dan diqiyaskan dengan hukum menindik telinga. Kebolehan ini juga berlaku jika tindik hidung sudah menjadi tradisi di suatu daerah, seperti perempuan di India.
Ibnu Abidin dalam kitab Hasyiah Ibnu Abidin Raddul Mukhtar, Jilid VI, halaman 420 menjelaskan:
إنْ كَانَ مِمَّا يَتَزَيَّنُ النِّسَاءُ بِهِ كَمَا هُوَ فِي بَعْضِ الْبِلَادِ فَهُوَ فِيهَا كَثَقْبِ الْقُرْطِ اهـ ط وَقَدْ نَصَّ الشَّافِعِيَّةُ عَلَى جَوَازِهِ مَدَنِيٌّ
Artinya; “Jika itu adalah sesuatu yang digunakan oleh wanita untuk berhias, seperti yang dilakukan di beberapa negara [daerah], maka itu hukumnya seperti menindik daun telinga hukum kebolehannya. Mazhab Imam Syafi’i telah menyatakan bahwa hal itu dibolehkan.”
Memiliki pandangan yang serupa, Ibnu Qudamah, dari kalangan mazhab Maliki, dalam kitab al-Mughni, Jilid III, halaman 45, mengatakan bahwa hukum menindik hidung atau bagian tubuh lainnya untuk meletakkan anting bagi perempuan muslimah dibolehkan. Kebolehan ini juga memiliki syarat jika menindik merupakan kebiasaan di daerah tersebut dan tidak menimbulkan bahaya.
Adapun alasan lain terkait diperbolehkan memasang anting di hidung adalah karena hal itu merupakan kebutuhan perempuan muslimah untuk berhias diri. Terlebih bagi seorang istri, jika itu dilakukan akan membuat suami senang melihatnya.
أما ثقب الأنف أو غيره لوضع حلق، فإذا كانت عادة النساء المسلمات التحلي بذلك، فإنه يجوز، قياساً على ثقب الأذن بجامع وجود الحاجة الداعية إلى ذلك، وهي التزين، ولكن بشرط عدم ترتب ضرر لقوله صلى الله عليه وسلم: لا ضرر ولا ضرار.
Artinya; “Adapun menindik hidung atau bagian tubuh lainnya untuk memasang anting, jika merupakan kebiasaan wanita Muslim, maka hal tersebut diperbolehkan, dengan analogi terhadap menindik telinga, dengan dasar adanya kebutuhan yang mendorong untuk melakukannya, yaitu berhias, tetapi dengan syarat tidak menimbulkan kerugian, berdasarkan sabda Nabi Muhammad saw “Janganlah memberikan kemudaratan kepada diri sendiri, dan tidak memberikan kemudaratan kepada orang lain.”
Ulama yang Melarang
Sebagian ulama berpendapat bahwa tindik selain telinga hukumnya tidak boleh. Menurut Imam Ibnu Hajar Al-Haitami dalam kitab Fathul Mu’in menyatakan bahwa menindik selain di telinga hukumnya haram secara mutlak bagi wanita maupun laki-laki.
قال ابن حجر الحيتمي رحمه الله في تحفة المحتا ج : ويظهر في خرق الانف بحلقة تعمل فيه من فضة أو ذهب أنه حرام مطلقا، لانه لا زينة في ذلك يغتفر لأ جلها ؛ إلا اندفرقة قليلة ولا عبرة بها مع العر ف العام بخلاف ما في الأذن، فإنه زينة لنسا ءفي كلم محل
Artinya: “Sedangkan menurut Imam Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitab Tuhfatul Muhtaj mengatakan: Melubangi hidung untuk menggunakan emas dan perak adalah haram, karena tidak ada perhiasan yang diperbolehkan untuk digunakan di hidung dan di bibir, kecuali ada sebagian kecil golongan saja. Itu tidak bisa dijadikan sebagai pegangan karena melihat adat yang lebih umum. Berbeda dengan di telinga, karena semua perempuan di mana pun itu menggunakan perhiasan di telinga. Kesimpulannya maka berlakulah beberapa kaidah tentang haramnya menindik hidung karena tiadanya kebutuhan yang diperbolehkan dalam ha! tersebut. Tidak diperdulikan bahwa itu menjadi perhiasan selama masih anak-anak karena kenyataan sebenarnya tidak harus menggunakan perhiasan.”
Imam Ghazali juga berpendapat demikian, bahwasanya melubangi telinga dan hidung bagi kaum wanita untuk memasang anting, maka hukumnya adalah haram. Dikarenakan perbuatan tersebut dapat menyebabkan luka yang terasa cukup menyakitkan. Pendapat tersebut juga menjadi pendapat dari sebagian ulama mazhab Hanbali.
Imam Al-Bujairomi di dalam Kitab Tuhfatul Habib menyatakan bahwa Imam Asy’Syarif Rahmani berpendapat bahwa menindik selain telinga hukumnya haram secara mutlak. Sebab, selain telinga adalah bukan tempat untuk menggantungkan perhiasan.
Begitu pula Imam Ramli berpendapat menindik hidung tidak boleh. Menurut beliau, berhias diri dengan tindik hidung belum menjadi budaya atau adat istiadat dan tidak dianggap sebagai perhiasan yang lazim. Bahkan menindik hidung dengan melubangi atau menusuk perhiasan yang terbuat dari emas atau perak tidak diperbolehkan. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam kitab Nihyatul Muhtaj.
Sebagai kesimpulan, menurut ulama bermadzhab Syafi’i dan Maliki hukum tindik hidung bagi perempuan diperbolehkan karena diqiyaskan dengan kebolehan menindik telinga. Selain itu, kebolehannya dikarenakan sudah menjadi adat dan kebiasaan menindik hidung di wilayah tersebut. Tentunya, kebolehan ini harus diiringi syarat menindik hidung tidak menyebabkan bahaya.
Sedangkan ulama mazhab Hanbali melarang menindik hidung. Larangan ini disebabkan perbuatan memasang anting di hidung dapat mengakibatkan luka yang terasa cukup menyakitkan dan belum menjadi budaya. Penggunaan emas dan perak di hidung juga dianggap berlebihan.
Akan tetapi, walaupun terdapat kalangan ulama yang membolehkan menindik hidung, perlu diingat bahwa dasar utama dalam Islam adalah menjaga kesehatan dan keselamatan. Oleh karenanya, sebaiknya proses memasang tindik di hidung dilakukan oleh orang yang profesional. Apabila menindik hidung perempuan menyebabkan bahaya atau masalah kesehatan, maka hal tersebut sebaiknya dihindari.
2 Comments