BincangMuslimah.Com- Dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia tidak terlepas dari perjuangan rakyat Indonesia yang berasal dari berbagai kalangan. Termasuk dari kalangan kiai dan santri. Sehingga tidak heran jika beberapa kiyai juga mendapat gelar pahlawan nasional. Salah satunya adalah KH. As’ad Syamsul Arifin.
Biografi Kiyai As’ad
Kiyai Haji Raden As’ad Syamsul Arifin merupakan salah satu ulama Indonesia yang lahir pada tahun 1897. Beliau merupakan anak dari Nyai Siti Maimunah dan kiyai Raden Ibrahim yang merupakan pendiri Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyyah Sukorejo Situbondo. Kiyai As’ad juga terkenal sebagai salah satu ulama yang berperan penting dalam sejarah berdirinya Nahdlatul Ulama. Karena beliau adalah penyampai pesan berupa tongkat dan ayat al-Quran yang berbunyi يَاجَبَّار يَاقَهَّار dari Syaikuna Kholil Bangkalan kepada KH. Hasyim Asy’ari sebagai isyarat dalam memutuskan pembentukan Nahdlatul Ulama.
Lahir dari kalangan ulama, membuat kiyai As’ad banyak mendapat bekal pendidikan oleh sang ayah. Sehingga saat ayahnya wafat, kiyai As’ad diberikan amanah untuk melanjutkan kepemimpinan ayahnya di pondok pesantren. Selain itu, kiyai As’ad juga menjabat sebagai Mustasyar Pengurus besar Nahdlatul Ulama. Semasa hidupnya, meskipun kiyai As’ad sibuk mengajar dan mengurus pesantren, Kiyai As’ad juga ikut serta dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia bersama para santrinya. Karena hal ini beliau ditetapkan sebagai salah satu Pahlawan Nasional sebagaimana Keputusan Presiden Nomor 90/TK/Tahun 2016.
Ulama yang Turut Serta Bergerilya
Mengutip dari Patoni dari penjelasan Munawir Aziz di dalam bukunya “Pahlawan Santri: Tulang Punggung Pergerakan Nasional” menyebutkan bahwa kiyai As’ad merupakan seorang ulama yang memiliki kemampuan yang mumpuni di dalam ilmu agama, kanuraga, bela diri dan cukup menguasai ilmu militer. Beliau juga dikenal sebagai ulama yang disegani oleh kalangan santri maupun para brandal. Sehingga, dalam perjuangannya, beliau bukan hanya mengomando pasukan santri, melainkan juga mengajak para brandal agar membantu para santri dalam memperjuangkan kemerdekaan.
Kiyai As’ad aktif untuk memperjuangkan kemerdekaan salah satunya dengan melakukan perlawanan terhadap Belanda dan Jepang. Dalam perjuangan ini, beliau bukan hanya memerintahkan santrinya saja untuk menghadapi para penjajaelainkan juga ikut serta dalam perang gerilya. Terutama pada masa revolusi fisik tahun 1945-1949. Dengan perjuangannya yang tidak pernah gentar, pada akhir Juli 1947 kiyai As’ad beserta para pelopornya berhasil merampas senjata milik pasukan Belanda di daerah Gudang Mesiu Dabasah Bondowoso saat terjadinya Agresi Militer Belanda pertama (Operatie Product).
Tidak sampai di situ saja, kiyai As’ad juga ikut andil membantu pertempuran di Surabaya pada tanggal 10 November 1945 untuk melawan pasukan Inggris. Kiyai As’ad mengirimkan para anggota pelopor serta pasukan Sabilillah Situbondo dan Bondowoso ke daerah Tanjung Perak. Hal ini mengakibatkan pasukan tersebut terlibat pertempuran hebat di jembatan Merah Surabaya. Pada tanggal 10 November inilah yang kemudian dikenal sebagai hari pahlawan karena terjadinya pertempuran besar antara pasukan Indonesia yang berasal dari berbagai kalangan dan pasukan Inggris di Surabaya.
Pada September dan awal Oktober 1945, kiyai As’ad juga turut serta dalam melawan penjajahan Jepang. Saat itu beliau bertindak sebagai pemimpin pelucutan senjata para serdadu Jepang di Garahan, Jember, Jawa Timur. Hal ini terjadi karena pasukan Jepang enggan menyerahkan senjatanya kepada pasukan di bawah pimpinan oleh kiyai As’ad.
Meneladani Sikap Nasionalis dan Cinta Tanah Air Kiyai As’ad
Melalui berbagai sejarah yang menjelaskan tentang semangat beliau dalam memperjuangkan hak-hak rakyat Indonesia membuat kiyai As’ad menjadi salah satu teladan agar generasi muda juga memiliki sikap nasionalis dan cinta tanah air. Kiyai As’ad Syamsul Arifin bukan hanya seseorang yang religius namun beliau juga patriotis. Hal ini terlihat dari salah satu nasihat beliau kepada para pejuang, “Perang itu harus dengan niat untuk menegakkan agama dan merebut negara, jangan hanya merebut negara! Kalau hanya merebut negara, hanya mengejar dunia, akhiratnya hilang! Niatlah menegakkan agama dan membela negara, sehingga kalau kalian mati, akan mati syahid dan masuk surga!”
Meskipun pada zaman sekarang tidak ada perang yang terjadi di Indonesia, akan tetapi bukan berarti kita tidak harus mencintai tanah air. Sudah seharusnya kita tetap memiliki jiwa nasionalis dan cinta tanah air. Agar bisa menjaga kemerdekaan Indonesia dan mengharumkan nama bangsa Indonesia.
4 Comments