Ikuti Kami

Tanya Ustazah

Menikahi Janda, Wajibkah Menafkahi Anaknya?

Menikahi Janda, Wajibkah Menafkahi Anaknya?

BincangMuslimah.Com– Assalamualaikum ustazah, saya adalah seorang janda beranak satu dari suami saya yang sudah meninggal dunia.  InsyaAllah bulan depan saya akan menikah lagi. Apakah suami baru saya nanti wajib menafkahi anak saya juga, sebagaimana dia wajib menafkahi saya?

Jawaban

Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh, Dalam hukum Islam, menafkahi keluarga adalah kewajiban yang sangat penting bagi setiap kepala rumah tangga. Namun apabila menikahi seorang janda yang memiliki anak, di dalam kitab fiqih hukum mengenai ini terbagi menjadi dua kategori:

Pertama, Kewajiban Nafkah Terdapat pada Ayah Kandung

Jika seorang pria menikahi seorang janda yang masih memiliki suami pertama yang hidup, maka menurut hukum Islam, kewajiban nafkah anak tersebut tetap berada pada ayah kandungnya, yaitu suami pertama, asalkan ayah kandung masih hidup dan mampu menafkahi. Dalam konteks ini, suami baru atau ayah tiri tidak wajib untuk memberikan nafkah kepada anak tiri, meskipun bisa saja melakukan hal tersebut sebagai bentuk kebaikan. Hal ini sebagaimana penjelasan pada Q.S al-Baqarah:233 berikut:

وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ…

ِArtinya: Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf

Di dalam Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir karya Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, dijelaskan bahwa berdasarkan ayat inilah seorang anak dinisbatkan nasabnya kepada ayahnya bukan kepada ibunta.

Kedua, Kewajiban Nafkah Berpindah Kepada kerabat Dekat Ayah Kandung

Apabila suami pertama (ayah kandung) telah meninggal dunia, maka tanggung jawab nafkah anak berpindah kepada kerabat dekat ayah kandung. Seperti kakek, paman, atau saudara kandung ayah, jika mereka mampu menafkahi anak tersebut. Namun, jika tidak ada kerabat yang mampu, maka nafkah anak tersebut bisa menjadi kewajiban ayah tiri atau suami baru, meskipun ini bukanlah kewajiban mutlak dalam pandangan syar’i. Hal ini setara dengan penjelasan Ibnu Qudamah Dalam Al-Mughni,

Baca Juga:  Tanya Ustazah: Apakah Mengunyah Sirih Sama dengan Bersiwak?

 

وَإِذَا مَاتَ أَبُو الْوَلَدِ، فَالنَّفَقَةُ تَكُونُ عَلَى وَلِيِّهِ إِنْ كَانَ فِي قُدْرَتِهِ أَوْ عَلَى مَنْ يَكُونُ قَادِرًا عَلَى النَّفَقَةِ مِنْ قَرَابَتِه

 

Artinya: “Jika ayah anak meninggal, maka nafkah anak menjadi tanggung jawab wali anak tersebut, jika wali tersebut mampu. Jika tidak, maka kewajiban nafkah berpindah kepada kerabat terdekat yang mampu.”

Dalam hal ini, jika suami baru memiliki kemampuan, menafkahi anak tiri yang menjadi yatim setelah ayah kandungnya meninggal adalah tindakan yang sangat dianjurkan sebagai amal kebajikan. Bahkan, Rasulullah SAW menegaskan bahwa beliau dan orang yang menanggung nafkah anak yatim berada dekat di surga.

قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَنَا وَكَافِلُ الْيَتِيمِ فِي الْجَنَّةِ هَكَذَا. وَأَشَارَ بِالسَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى، وَفَرَّجَ بَيْنَهُمَا قَلِيلًا

Artinya: “Aku dan orang yang mengasuh anak yatim akan berada di surga seperti ini.” Beliau menunjuk dengan jari telunjuk dan jari tengahnya, serta memberikan sedikit jarak di antara keduanya. (HR. Bukhari, no. 5304)

Hadis ini mendorong umat Islam untuk peduli dan mengasuh anak yatim, menjelaskan keutamaan besar bagi mereka yang melakukannya

Kesimpulannya, Dalam hukum Islam, kewajiban menafkahi anak tiri tergantung pada kondisi suami pertama. Jika suami pertama masih hidup dan mampu menafkahi, maka kewajiban nafkah tetap berada pada ayah kandung. Namun, jika suami pertama telah meninggal, maka nafkah anak tersebut bisa menjadi kewajiban ayah tiri, terutama jika tidak ada kerabat lain yang mampu menafkahi. Meskipun demikian, menafkahi anak tiri dalam situasi ini bukanlah kewajiban syar’i. Tetapi lebih kepada anjuran amal kebajikan di dalam Islam, dengan menjanjikan banyak amal pahala.

 

Rekomendasi

Ditulis oleh

Mahasantri Ma'had Aly Salafiyah Syafi'iyah Situbondo (Pegiat kajian Qashashul Quran dan Gender)

Komentari

Komentari

Terbaru

Bolehkah Akikah Anak Kembar dengan Satu Kambing?

Ibadah

Pernikahan Dini, Lebih Banyak Manfaat atau Mudhorat? Pernikahan Dini, Lebih Banyak Manfaat atau Mudhorat?

Pernikahan Dini, Lebih Banyak Manfaat atau Mudhorat?

Muslimah Talk

Pilkada 2024: Keterlibatan Perempuan Meningkat, Tapi Stigma dan Diskriminatif Masih Melekat Pilkada 2024: Keterlibatan Perempuan Meningkat, Tapi Stigma dan Diskriminatif Masih Melekat

Pilkada 2024: Keterlibatan Perempuan Meningkat, Tapi Stigma dan Diskriminatif Masih Melekat

Muslimah Talk

ayat legitimasi kekerasan perempuan ayat legitimasi kekerasan perempuan

Perempuan dan Politik: Bagaimana Islam Memandang Partisipasi Politik Perempuan?

Kajian

masa iddah hadis keutamaan menikah masa iddah hadis keutamaan menikah

Kawin Paksa Menurut Agama dan Hukum

Kajian

Generasi Sandwich: Antara Cinta, Kebutuhan, dan Keterbatasan Ekonomi Generasi Sandwich: Antara Cinta, Kebutuhan, dan Keterbatasan Ekonomi

Generasi Sandwich: Antara Cinta, Kebutuhan, dan Keterbatasan Ekonomi

Muslimah Talk

Peringatan 16 HAKTP: Kampanye Akhiri Kekerasan pada Perempuan Peringatan 16 HAKTP: Kampanye Akhiri Kekerasan pada Perempuan

Peringatan 16 HAKTP: Kampanye Akhiri Kekerasan pada Perempuan

Muslimah Talk

Parenting Islami : Mengenal Generasi Alpha dan Pola Pendidikan yang Tepat Bagi Mereka

Keluarga

Trending

Jangan Insecure, Mari Bersyukur

Muslimah Daily

anjuran menghadapi istri haid anjuran menghadapi istri haid

Haid Tidak Stabil, Bagaimana Cara Menghitung Masa Suci dan Masa Haid?

Ibadah

Siapa yang Paling Berhak Memasukkan Jenazah Perempuan Ke Kuburnya?

Ibadah

keadaan dibolehkan memandang perempuan keadaan dibolehkan memandang perempuan

Adab Perempuan Ketika Berbicara dengan Laki-Laki

Kajian

Pentingnya Self Love Bagi Perempuan Muslim

Diari

Bolehkah Akikah Anak Kembar dengan Satu Kambing?

Ibadah

Sya’wanah al-Ubullah: Perempuan yang Gemar Menangis Karena Allah

Muslimah Talk

Parenting Islami : Mengenal Generasi Alpha dan Pola Pendidikan yang Tepat Bagi Mereka

Keluarga

Connect