BincangMuslimah.Com – Termasuk problem yang sering ditanyakan oleh sebagian orang ialah mengenai hukum menikah dalam kondisi haid. Pasalnya, tak sedikit dari wanita yang menikah dengan suaminya dalam keadaan ia sedang haid. Pertanyaannya bagaimana hukum menikah atau menyelenggarakan akad bagi wanita yang sedang dalam kondisi haid ini, apakah boleh?
Menikah atau menyelenggarakan akad nikah bagi wanita dalam keadaan haid hukumnya boleh-boleh saja. Diperkenankan bagi wanita mengadakan akad nikah dengan suaminya pada saat ia dalam keadaan haid, sebab mengadakan akad nikah bukanlah perkara yang dilarang bagi wanita haid.
Menurut para Ahli Fikih setidaknya terdapat tujuh perkara yang dilarang bagi wanita haid, dan menikah tidak termasuk di dalamnya. Tujuh hal itu meliputi; shalat, membawa mushaf dan menyentuhnya, membaca Al-Qur’an meskipun dengan hafalan, thawaf, berdiam di mesjid, puasa dan berhubungan badan dengan suaminya, juga bersenang-senang di antara pusar dan lutut tanpa ada penghalang.
Hal ini sebagaimana yang disebutkan dalam Darul Ifta’ Al-Mishriyah, sebagaimana berikut,
يحرم على كل من الحائض والنفساء الأمور التالية: الصلاة، حمل المصحف ومسه، قراءة القرآن ولو غيباً، الطواف، المكث في المسجد، الصوم، ووطء زوجها لها، ومباشرته لها فيما بين السرة والركبة ( لمس ما بين السرة والركبة) بدون حائل
Haram hukumnya bagi wanita haid dan nifas hal-hal berikut; shalat, membawa mushaf dan menyentuhnya, membaca Al-Quran meskipun dengan hafalan, thawaf, berdiam di masjid, puasa dan berhubungan badan (jima’) dengan suaminya, juga bersenang-senang di antara pusar dan lutut tanpa ada penghalang.
Meskipun mengadakan akad nikah boleh dan tidak dilarang bagi wanita haid, namun yang perlu diperhatikan adalah jangan sampai melakukan hubungan badan (jima’) dan bersenang-senang antara pusar dan lutut dengan suaminya. Apabila melakukan hubungan badan atau bersenang-senang antara pusar dan lutut dengan suaminya, meskipun masih berstatus sebagai pengantin baru, maka hukumnya ialah haram.
Hal ini sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Imam Malik dari sahabat Zaid bin Aslam,
أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: مَا يَحِلُّ لِي مِنَ امْرَأَتِي وَهِيَ حَائِضٌ ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَّ: لِتَشُدَّ عَلَيْهَا إِزَارَهَا ثُمَّ شَأْنَكَ بِأَعْلَاهَا
Sesungguhnya seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah seraya berkata; Apakah yang dihalalkan bagiku dari istriku yang sedang haid? Rasulullah bersabda; Hendaklah kamu kencangkan sarungnya, kemudian dibolehkan bagimu bagian atasnya. (HR. Muslim, Abu Dawud dan At-Turmudzi)
Demikianlah hukum menikah dalam keadaan haid. Semoga bermanfaat. Wallahua’lam.