Ikuti Kami

Diari

Meninjau Hukum Tradisi Tedak Sinten dan Makna Filosofinya

tedak sinten

BincangMuslimah.Com – Tedak sinten adalah salah satu tradisi jawa yang masih dilestarikan. Makna tedak siten ini dari bahasa Jawa tedhak/idhak berarti injak, menginjak. Sedang siten adalah siti atau tanah. Jadi tedak siten adalah menginjak tanah, yang dilakukan untuk bayi yang sudah bisa duduk dan berdiri dengan memegang kursi atau meja di sekitarnya. Tradisi ini biasanya dilakukan ketika sang bayi telah menginjak usia 7-8 bulan dengan filosofi agar bayi tersebut nantinya memiliki sifat mandiri di masa depannya.

Sebelum Islam datang, budaya tedak sinten memang sangat kuat di masyarakat Jawa yang berasal dari tradisi hindu. Namun ketika Islam datang, tidak dapat dielakkan pertemuan dengan unsur budaya jawa kemudian terjadilah akulturasi. Saat Islam datang, tradisi tersebut tetap berjalan tapi dengan mengambil unsur-unsur Islam khususnya dalam doa-doa yang dibacakan. Hingga kini, tradisi tedak sinten tetap ada, tapi isinya mengambil ajaran Islam.

Selain diiringi dengan doa-doa dalam ajaran Islam, dalam prosesi tradisi ini, dilakukan beberapa prosesi yang mengandung simbolisasi doa atau yang jika meminjam istilah KH Ali Musthafa Yakub disebut dengan al-du’a bi al-rumuz.

Prosesi tersebut biasanya akan melibatkan beberapa orang yang dianggap penting. Beberapa di antaranya adalah kedua orang tua bayi, seorang pemandu yang dianggap mengetahui budaya tersebut dan juga kakek serta nenek sang bayi.

Namun, meskipun begitu pemeran utama dalam tradisi tersebut tetap sang bayi yang tentunya dengan bantuan orang tuanya. Untuk mengawalinya, sang bayi akan dituntun untuk menginjakkan kedua kakinya dan berjalan di atas jadah yang memiliki 7 warna berbeda. Jadah tersebut biasanya disusun dengan urutan warna gelap menuju terang. Hal itu dimaksudkan agar bayi tersebut mampu melewati warna-warni rintangan kehidupan di masa depannya.

Baca Juga:  Membincang Poligami di Tengah Arus Konservatisme Agama

Setelah selesai menapaki jadah dengan 7 warna, selanjutnya bayi akan dipandu untuk menaiki sebuah tangga yang dibuat dari batang tebu wulung hingga dapat mencapai posisi yang teratas. Pemilihan bahan dari tebu sendiri karena mengambil maknanya yang berarti anteping kalbu, atau dalam bahasa Indonesia adalah ketetapan hati. Setelah dapat mencapai tangga paling atas, hal tersebut memiliki makna agar ketika dewasa nanti sang bayi dapat menjalani hari demi hari dengan keteguhan hati yang kuat.

Dan yang menjadi prosesi yang unik selama upacara tedak siten adalah bayi dimasukkan ke dalam kurungan besar yang telah dihiasi dengan bunga kantil, kemudian pada bagian dalam kurungan tersebut diletakkan berbagai macam benda. Mulai dari mainan, alat peraga, buku, uang, dan lain-lainnya. Kemudian bayi akan dibiarkan memilih beberapa benda di dalam kurungan tersebut. Hal itu memiliki makna bahwa apa yang diambil olehnya adalah representasinya di masa depannya kelak.

Tradisi tedak sinten diakhiri dengan pelepasan ayam untuk diperebutkan oleh para tamu dan bagi-bagi uang. Penutupan tersebut mempunyai makna agar ketika sang bayi tumbuh besar, ia akan paham bahwa dirinya hidup di lingkungan sosial yang mana ia harus berbagi satu sama lain. Selain itu, hal tersebut juga dimaksudkan agar sang bayi dapat bertanggung jawab terhadap kehidupannya bermasyarakat

Rekomendasi

Ditulis oleh

Penulis adalah kandidat magister pengkajian Islam dalam bidang pendidikan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan aktif di Komunitas Jaringan Gusdurian Depok.

1 Komentar

1 Comment

Komentari

Terbaru

Sekjen IIFA: Syariat Islam Terbentuk Dari Fondasi Kemaslahatan Sekjen IIFA: Syariat Islam Terbentuk Dari Fondasi Kemaslahatan

Sekjen IIFA: Syariat Islam Terbentuk Dari Fondasi Kemaslahatan

Berita

Prof. Dr. Nasaruddin Umar: Syariah Bukan fenomena Agama Tetapi Fenomena Ekonomi Juga Prof. Dr. Nasaruddin Umar: Syariah Bukan fenomena Agama Tetapi Fenomena Ekonomi Juga

Prof. Dr. Nasaruddin Umar: Syariah Bukan fenomena Agama Tetapi Fenomena Ekonomi Juga

Berita

Prof. Dr. Phil. Kamaruddin Amin, M.A. : SHARIF 2024 Membahas Prinsip Syariah yang inklusif Prof. Dr. Phil. Kamaruddin Amin, M.A. : SHARIF 2024 Membahas Prinsip Syariah yang inklusif

Prof. Dr. Phil. Kamaruddin Amin, M.A. : SHARIF 2024 Membahas Prinsip Syariah yang inklusif

Berita

Apakah Komentar Seksis Termasuk Pelecehan Seksual?

Diari

Jangan Insecure, Mari Bersyukur

Muslimah Daily

Pentingnya Self Love Bagi Perempuan Muslim

Diari

Mengenal Ingrid Mattson, Cendekiawan Muslimah dari Barat Mengenal Ingrid Mattson, Cendekiawan Muslimah dari Barat

Mengenal Ingrid Mattson, Cendekiawan Muslimah dari Barat

Muslimah Talk

anjuran menghadapi istri haid anjuran menghadapi istri haid

Haid Tidak Stabil, Bagaimana Cara Menghitung Masa Suci dan Masa Haid?

Ibadah

Trending

Jangan Insecure, Mari Bersyukur

Muslimah Daily

anjuran menghadapi istri haid anjuran menghadapi istri haid

Haid Tidak Stabil, Bagaimana Cara Menghitung Masa Suci dan Masa Haid?

Ibadah

Siapa yang Paling Berhak Memasukkan Jenazah Perempuan Ke Kuburnya?

Ibadah

keadaan dibolehkan memandang perempuan keadaan dibolehkan memandang perempuan

Adab Perempuan Ketika Berbicara dengan Laki-Laki

Kajian

Pentingnya Self Love Bagi Perempuan Muslim

Diari

Sya’wanah al-Ubullah: Perempuan yang Gemar Menangis Karena Allah

Muslimah Talk

anak yatim ayah tiri luqman hakim mengasuh dan mendidik anak anak yatim ayah tiri luqman hakim mengasuh dan mendidik anak

Hukum Orangtua Menyakiti Hati Anak

Keluarga

ayat landasan mendiskriminasi perempuan ayat landasan mendiskriminasi perempuan

Manfaat Membaca Surat Al-Waqiah Setiap Hari

Ibadah

Connect