BincangMuslimah.Com – Istilah untuk seorang wanita yang telah bercerai atau ditinggal mati oleh pasangan pernikahannya biasa disebut janda. Status janda atau duda cenderung disertai konotasi negatif di mata masyarakat Timur. Apalagi yang memicu status tersebut adalah perceraian. Namun pada akhir-akhir ini, stigma atas status janda semakin terkikis.
Tidak sedikit lelaki mencari pasangan yang janda, dikarenakan sudah berpengalaman dan lebih dewasa. Selain itu bisa jadi seorang pria tersebut berniat untuk menyantuni dengan hati yang tulus. Berikut ini penjelasan hikmah dari menikahi seorang janda.
Islam tidak melarang perihal tersebut. Bahkan terdapat keutamaan menikahi seorang janda. Sebagaimana hadits Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam,
السَّاعِي عَلَى اْلأَرْمَلَةِ وَالْمَسَاكِيْنِ، كَالْمُجَاهِدِ فِي سَبِيْلِ اللهِ، وَكَالَّذِي يَصُوْمُ النَّهَارَ وَيَقُوْمُ اللَّيْلَ
“Orang yang berusaha menghidupi para janda dan orang-orang miskin laksana orang yang berjuang di jalan Allah. Dia juga laksana orang yang berpuasa di siang hari dan menegakkan shalat di malam hari.” (HR. Bukhari no. 5353 dan Muslim no. 2982)
Imam Nawawi dalam Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim menyatakan bahwa yang dimaksud “armalah” dalam hadits tersebut adalah dia yang tidak memiliki suami, baik sudah menikah sebelumnya atau belum menikah sama sekali. Sebagian ulama berpendapat bahwa “armalah ” adalah seseorang yang tidak memiliki bekal (karena kemiskinan) yang disebabkan oleh meninggalnya sang suami.
Hadits tersebut menjelaskan bahwa perumpamaan seorang yang menikahi janda laksana jihad di jalan Allah. Pahala yang luar biasa dan kesempatan ini berlaku untuk siapa saja yang menginginkan pahala jihad. Ibnu Battal dalam Syarh Shahih Bukhari mengatakan:
من عَجَز عن الجهاد في سبيل الله، وعن قيام الليل، وصيام النهار – فليعملْ بهذا الحديث، ولْيسعَ على الأرامل والمساكين؛ لِيُحشر يومَ القيامة في جملة المجاهدين في سبيل الله، دون أن يَخطو في ذلك خُطوة، أو يُنفق درهمًا، أو يلقى عدوًّا يرتاعُ بلقائه، أو ليحشر في زُمرة الصائمين والقائمين
“Siapa yang tidak mampu berjihad di jalan Allah, tidak mampu rajin tahajud atau puasa di siang hari, hendaknya dia praktikkan hadis ini. Berusaha memenuhi kebutuhan hidup janda dan orang miskin, agar kelak di hari kiamat dikumpulkan bersama para mujahidin fi Sabilillah. Tanpa harus melangkah di medan jihad atau mengeluarkan biaya, atau berhadapan dengan musuh. Atau agar dikumpulkan bersama orang yang rajin puasa dan tahajud”.
Ada keberkahan tersendiri bagi seseorang yang menikahi janda karena ingin menolong anaknya, yang biasa disebut anak yatim. Sebagaimana keutamaan besar dalam menyantuni anak yatim. Dari Sahl Ibnu Sa’ad, dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda:
« أَنَا وَكَافِلُ الْيَتِيمِ فِى الْجَنَّةِ هَكَذَا » . وَأَشَارَ بِالسَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى ، وَفَرَّجَ بَيْنَهُمَا شَيْئًا
“Kedudukanku dan orang yang menanggung anak yatim di surga bagaikan ini.” [Beliau merapatkan jari telunjuk dan jari tengahnya, namun beliau regangkan antara keduanya]. (HR. Bukhari no. 5304).
Pemaparan hadits dan keterangan di atas bisa menjadi motivasi bagi seseorang yang bercita-cita untuk menafkahi seorang janda. Terutama janda yang memiliki anak. Wallahu’alam.
1 Comment