BincangMuslimah.Com- Saat merasa lelah dan sudah melakukan suatu hal, sering kali manusia memilih untuk memberikan dirinya penghargaan atau hadiah untuk dirinya sendiri yang dikenal sebagai self reward. Ada yang membahagiakan diri sendiri melalui traveling, memberi barang atau makanan yang ia inginkan ataupun sekedar beristirahat di kamar.
Namun, tidak jarang pula manusia yang memaksa tubuhnya untuk tetap bekerja tanpa memberikan reward apapun. Keberhasilan yang ia dapat hanya sebagai jalan untuk melanjutkan langkah selanjutnya. Menginvestasikan sebagian besar penghasilan dan sebagian yang lain untuk memenuhi kebutuhan pokok tanpa memikirkan untuk memberikan kebahagiaan kepada diri sendiri.
Hal ini menunjukkan terdapat 2 tipe manusia dalam melayani diri sendiri. Tipe pertama mereka yang selalu memberikan pernghargaan kepada dirinya melalui self reward. Sedangkan tipe kedua merupakan mereka yang tidak ingin memenuhi keinginan. Mereka hanya fokus kepada kebutuhan tanpa berpikir untuk memberikan diri sendiri penghargaan. Baik berupa barang ataupun sekedar waktu untuk beristirahat dan bersenang-senang. Lantas pada prinsipnya apakah self reward dibutuhkan?
Tubuh Manusia Memiliki Hak
Bekerja untuk penghidupan memang menjadi sebuah anjuran. Terlebih jika melakukan hal demi memenuhi kewajiban untuk memberikan nafkah. Namun, sejatinya tubuh manusia juga memiliki hak yang harus terpenuhi. Sebagaimana sabda Rasulullah saw kepada Utsman bin Mazh’un yang salah satunya riwayat Imam Ahmad di dalam Musnad Ahmad juz 43 halaman 335 Nomor 26309:
فَاتَّقِ اللهَ يَا عُثْمَانُ، فَإِنَّ لِأَهْلِكَ عَلَيْكَ حَقًّا، وَإِنَّ لِضَيْفِكَ عَلَيْكَ حَقًّا، وَإِنَّ لِنَفْسِكَ عَلَيْكَ حَقًّا، فَصُمْ وَأَفْطِرْ، وَصَلِّ وَنَمْ
“Bertakwalah kepada Allah wahai Utsman, sesungguhnya keluargamu memiliki hak, tamumu memiliki hak dan dirimu sendiri memiliki hak yang wajib kamu penuhi. Oleh karena itu, puasalah dan berbukalah, sholatlah dan tidurlah.”
Nasihat ini muncul karena Utsman bin Mazh’un terkenal sebagai sahabat yang cukup berlebihan di dalam hal ibadah. Di dalam al-Jami’ li Ahkam al-Quran juz 18 halaman 87, Imam al-Qurthubi mengkisahkan bahwa Utsman bin Maz’un pernah meminta izin kepada Rasulullah untuk menceraikan istrinya agar bisa fokus ibadah. Ia bertekad untuk menjadi rahib (orang yang tidak menikah), tidak makan daging, tidak tidur pada malam hari untuk beribadah dan berpuasa pada siang hari selamanya.
Mendengar hal ini, Rasulullah kemudian menasihati Utsman bin Mazh’un melalui sabdanya di atas. Di dalam hadits ini terlihat bahwa kendati ibadah merupakan keniscayaan bagi seorang hamba. Namun, Islam mengajarkan adanya keseimbangan dengan sifat kemanusiaan manusia. Manusia tetap harus tidur untuk mengistirahatkan tubuhnya, manusia tetap harus makan untuk memberinya tenaga, dan sifat-sifat kemanusiaan lainnya yang berhak terpenuhi.
Memberi Self Reward
Sebagaimana keterangan sebelumya bahwa tubuh manusia memiliki hak untuk beristirahat dan mendapatkan nutrisi. Akan tetapi, nyatanya yang menjadi hak tubuh bukan hanya sekedar istirahat dan makan. Istirahat dan makan memang perlu untuk menjaga kesehatan fisik. Namun manusia tidak boleh lupa bahwa juga ada kesehatan mental yang harus ia jaga. Untuk memperoleh kesehatan mental salah satunya bisa dengan membahagiakan diri sendiri melalui self reward.
Selaras dengan hal ini, Gus Nadir, salah satu ulama NU sekaligus akademisi di Fakultas Hukum Universitas Melbourne pernah menulis di dalam bukunya yang berjudul “Surat Cinta Gus Nadir” halaman 14, bahwa:
“Diri kita ini bukan cuma berhak untuk rehat dan sehat, tetapi juga berhak mendapat cinta, reward ataupun menikmati perawatan, keindahan, dan kesenangan.”
Dengan demikian, ketika kita sudah lelah bekerja, sudah melaksanakan ibadah sebaik mungkin jangan lupa untuk memberikan diri kita sendiri kebahagiaan. Berikan ruang untuk tubuh kita beristirahat dan berikan diri kita sendiri self reward agar kita mendapat kebahagiaan dan semakin bersemangat untuk mengerjakan sesuatu.