BincangMuslimah.Com – Selama ini perempuan seringkali menerima stigma bahwa perempuan memiliki tipu daya yang besar. Ironisnya, stigma besarnya tipu daya perempuan kerap menjadi topik dalam ceramah-ceramah keagamaan populer. Sebagian penceramah bahkan mengutip secara eksplisit bahwa ungkapan tersebut merupakan firman Allah dalam al-Quran.
Namun, apabila dikaji secara kritis dan mendalam, interpretasi semacam ini dapat dikatakan tidak akurat. Lebih dari itu, pemahaman yang demikian berpotensi menyesatkan apabila penggunaannya sebagai legitimasi untuk menstigmatisasi perempuan sebagai sumber utama godaan. Bahkan menganggap lebih berbahaya daripada setan itu sendiri.
Pemaknaan yang tidak proporsional terhadap teks-teks keagamaan semacam ini dapat memperkuat bias gender dan mengaburkan pesan moral universal yang terkandung dalam al-Quran.
Pembahasan Ayat Tentang Tipu Daya Perempuan
Surat Yusuf ayat 28 sering berkaitan dengan pernyataan bahwa “tipu daya perempuan lebih besar daripada setan”. Tetapi perlu mengkaji pemahaman ini secara cermat, baik dari sisi konteks ayat, struktur bahasa Arabnya, maupun keseluruhan pesan dalam kisah Nabi Yusuf. Dalam Surat Yusuf ayat 28 Allah berfirman:
اِنَّ كَيْدَكُنَّ عَظِيْمٌ
Sesungguhnya tipu daya kalian (perempuan) sangat besar
Surat Yusuf ayat 28 merupakan bagian dari kisah Nabi Yusuf dengan istri al-‘Aziz, yang dalam tradisi disebut sebagai Zulaikha. Ayat tersebut muncul dalam konteks peristiwa ketika Zulaikha berusaha menggoda Yusuf. Namun Yusuf menolak dan berusaha melarikan diri, hingga baju gamisnya terkoyak di bagian belakang.
Pernyataan “sesungguhnya tipu daya kalian besar” sering kali disalahpahami sebagai penegasan dari Allah terhadap karakter perempuan secara umum. Padahal jika menelusuri secara cermat, kalimat tersebut sebenarnya bukan merupakan firman langsung dari Allah. Melainkan ucapan dari seorang tokoh dalam cerita, yakni suami dari perempuan yang menggoda Nabi Yusuf.
Dengan memahami bahwa pernyataan tersebut datang dari seorang tokoh manusia, bukan dari Allah, kita dapat melihat bahwa ayat ini mencerminkan pandangan pribadi dan reaksi emosional seseorang dalam menghadapi situasi tertentu, bukan sebagai prinsip yang bersifat umum atau mutlak.
Dalam konteks cerita, suami perempuan itu sedang menyampaikan rasa kecewa dan keterkejutannya atas kejadian yang menimpa rumah tangganya. Maka, ucapannya lebih tepat dipahami sebagai bagian dari dinamika cerita manusia yang kompleks.
Oleh karena itu, penting untuk membedakan antara ucapan manusia yang dicatat dalam al-Quran dan kalimat-kalimat yang merupakan firman langsung dari Allah. Hal ini menjadi krusial agar kita tidak menarik kesimpulan yang keliru atau bahkan membentuk stereotip yang tidak adil berdasarkan asumsi yang salah. Kesadaran ini membantu dalam menempatkan setiap ayat sesuai dengan fungsi dan konteksnya, apakah sebagai pelajaran moral, catatan sejarah, atau wahyu.
Perbandingan Surat Yusuf Ayat 28 dengan Surat An-Nisa Ayat 76
Surat Yusuf ayat 28 sering berkaitan dengan Surat An-Nisa ayat 76, Allah menyatakan
اِنَّ كَيْدَ الشَّيْطٰنِ كَانَ ضَعِيْفًاۚ
Sesungguhnya tipu daya setan itu lemah.
Narasi ini mengingatkan kita akan pentingnya memahami konteks dalam menafsirkan ayat-ayat al-Quran. Terutama ketika membandingkan dua ayat dari surat yang berbeda. Surat Yusuf Ayat 28 mencatat reaksi emosional seorang suami terhadap kejadian yang melibatkan istrinya dan Nabi Yusuf. Ucapan tersebut bersifat personal, tidak bertujuan sebagai pernyataan umum tentang perempuan.
Sebaliknya, Surat An-Nisa Ayat 76 berbicara cerita perjuangan antara pasukan Allah dan pasukan setan, yang menggambarkan dinamika spiritual antara kebenaran dan kebatilan. Kedua ayat ini memiliki ruang lingkup dan maksud yang sangat berbeda. Sehingga membandingkannya secara langsung tanpa mempertimbangkan konteks masing-masing dapat menyebabkan kesalahan dalam memahami maksud dari pesan.
Kesalahan ini sering kali terjadi ketika seseorang mengutip bagian dari Al-Quran secara terpisah dari keseluruhan kisah atau tema besarnya, lalu mengaitkannya dengan ayat lain secara semena-mena.
Misalnya, menyimpulkan bahwa perempuan lebih berbahaya daripada setan. Hanya karena ayat di Surat Yusuf menyebutkan “tipu daya kalian besar” dan di Surat An-Nisa menyebutkan bahwa “tipu daya setan itu lemah”, merupakan bentuk penyimpangan tafsir.
Hal tersebut adalah perbandingan yang tidak adil dan tidak berdasar secara ilmiah dalam metodologi tafsir. Ucapan dalam Surat Yusuf bersifat naratif dan dikutip dari seorang tokoh manusia, sementara ayat dalam Surat An-Nisa disampaikan langsung oleh Allah.
Dalam Islam, baik laki-laki maupun perempuan memiliki potensi untuk berbuat baik atau buruk. Oleh karena itu, setiap bentuk tafsir harus dengan pendekatan ilmiah, adil dan proporsional, agar tidak mengaburkan nilai-nilai keadilan yang menjadi inti ajaran Islam.
Rekomendasi

10 Comments